Friday, 12 February 2016

BAB II


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRAMBLE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

KAJIAN TEORI
A.    Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan istilah yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Menurut Sukmara (2007:52) belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang dan atau sekelompok orang sebagai pengembangan fungsi-fungsi potensial qodrati yang dimilikinya secara utuh dan terpadu serta relatif menetap, yang meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (tingkah laku).
Skinner dalam Sukamara (2007:50) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Menurut Hintzman dalam Sukamara (2007:50), belajar a adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Selain itu Biggs dalam Sukmara (2007:50) mengemukakan bahwa belajar adalah kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya dan atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dipelajari.

Sedangkan pengertian pembelajaran, menurut Sukmara (2007:63), adalah proses pengorganisasian kegiatan belajar. Dengan kata lain pembelajaran merupakan upaya penciptaan kondisi yang kondusif, yaitu membangkitkan kegiatan belajar efektif dikalangan para siswa.
Empat komponen utama kegiatan pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar, menurut Sukmara (2007:69), adalah sebagai berikut:
1.      Hasil Belajar (Expected Output)
Hasil belajar menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran baku (Standaring Norms) menjadi sasaran sekaligus tujuan yang mesti dicapai melalui berbagai kegiatan pengalaman siswa secara utuh, menyeluruh dan terpadu. Hasil belajar yang efektif tidak hanya menekankan pada salah satu dari ketiga orientasi hasil belajar, melainkan keseimbangan dalam pengembangannya secara proporsional.
2.      Karakteristik Siswa (Raw Input)
Karakteristik siswa merupakan dasar dan landasan dalam pengembangan kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran akan efektif apabila mengacu kepada karakteristik siswa, terutama berkenan dengan potensi dasar yang dimilikinya. Di samping itu berkenan dengan aspek-aspek individual. Di samping itu berkenaan dengan aspek-aspek individual dan kepribadian, baik bersifat fisiologis maupun psikologis.

3.      Sarana Prasarana (Instrumental Input)
Instrumental input merupakan kelengkapan dari fasilitas yang diperlukan dalam memberikan sejumlah pengalaman belajar kepada para siswa,  baik hal-hal bersifat teoritis, teknis maupun hal lainnya yang bersifat praktis.
4.      Lingkungan (Environmental Input)
Lingkungan menunjukkan pada situasi dan keadaan fisik, lingkungan sosial dan budaya yang mengitari tempat berlangsungnya proses pembelajaran, baik aspek lingkungan yang bersifat aktif maupun pasif. Dalam pengembangan pengalaman belajar, lingkungan sekaligus merupakan sumber bagi kegiatan belajar siswa.
Keempat komponen belajar ini, satu sama lain saling mempengaruhi terhadap efektifitas kegiatan pembelajaran. Demikian pula terhadap perolehan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru sebagai perancang kegiatan belajar siswa dituntut mampu memberdayakan secara efektif.
B.     Scramble
Scramble merupakan istilah bahasa inggris yang berarti perebutan, pertarungan, perjuangan. Istilah ini digunakan untuk sejenis permainan kata, dimana pemain menyusun huruf-huruf yang telah diacak susunannya menjadi suatu kata yang tepat.

Yang dimaksud dengan scramble adalah sebuah permainan yang dapat dilakukan oleh 2 atau 4 orang, dalam permainan tersebut para pemainnya harus menyusun kembali kata-kata dari huruf-huruf, kalimat dari kata-kata, dan wacana dari potongan kalimat-kalimat yang susunannya telah diacak terlebih dahulu. (Aprilyani:2010)
Harjasujana dan Mulyati dalam Rahayu (2007:29), menjelaskan menurut sifatnya, scramble terdiri atas bermacam-macam bentuk, yaitu:
1.      Scramble Kata
Sebuah permainan menyusun kata-kata dari huruf-huruf yang telah sengaja dikacaukan susunannya sehingga membentuk suatu kata yang bermakna.
2.      Scramble Kalimat
Dalam permainan ini, siswa diminta untuk menyusun kalimat dari kata-kata acak. Namun kalimat tersebut sebaiknya logis, bermakna, tepat dan benar.
3.      Wacana
Sebuah permainan menyusun wacana berdasarkan kalimat-kalimat acak. Siswa menyusun beberapa kalimat yang sudah diacak susunannya menjadi sebuah wacana. Hasil susunan wacana tersebut harus logis dan bermakna.
Pada dasarnya ketiga jenis permainan scramble di atas menghendaki siswa untuk menyusun suatu struktur bahasa yang susunannya sengaja dikacaukan terlebih dahulu. Selain itu, permainan ini diharapkan dapat melatih siswa untuk aktif dan dapat menambah pembendaharaan kosa kata mereka.
C.    Model Pembelajaran Kooperatif
1.      Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Salah satu usaha guru sebelum melakukan proses belajar mengajar adalah menentukan metode pembelajaran karena hal ini salah satu komponen mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Tetapi suatu model pembelajaran akan berjalan lancar apabila seorang pendidik dapat menguasai bahan ajar dan terampil dalam menciptakan suasana yang kondusif dalam proses belajar mengajar.
Nurdiana (2006: 6), mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan rancangan atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, kegiatan pembelajaran, mengatur materi yang diajarkan, dan memberi petunjuk kepada pengajar dalam setting pengajarannya. Dengan demikian, dalam sebuah model pembelajaran akan terkandung penggunaan berbagai metode dan teknik pembelajaran, seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi, simulasi dan sebagainya. Begitu pula penggunaan berbagai fungsi teknik seperti teknik wawancara, observasi, menyusun laporan, dan lainnya.
Model pembelajaran yang pernah digunakan pada era kurikulum sebelumnya seyogyanya tidak ditinggalkan begitu saja, tetapi coba untuk dikombinasikan dengan model-model pembelajaran masa kini yang sedang dikembangkan. Sekarang ini dikenal dengan adanya model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. (Widyantini, 2006:3)
Pembelajaran kooperatif adalah dimana siswa belajar secara kelompok, saling bertukar gagasan untuk mencapai tujuan atau keberhasilan kelompoknya. Keberhasilan belajar dicapai dengan saling berinteraksi dan ketergantungan diantara anggota kelompoknya. Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja dalam memaksimalkan kondisi belajar sehingga tercapai tujuan belajar. (Nurdiana, 2006: 8)
Lie (2004 : 23) membagi model pembelajaran ke dalam tiga kelompok yaitu model kompetisi, model individual, dan model cooperative learning.
a.      Model Kompetisi
Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dengan suasana persaingan dan akhirnya diberi suatu penghargaan untuk memotivasi siswa dalam suatu kompetisi dengan sesama pembelajar.
b.      Model Individual
Dalam model individu ini, siswa belajar dengan kecepatan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Dimana sistem pengajarannya adalah bahwa setiap siswa belajar sendiri tanpa atau dengan sedikit bantuan dari pengajar.
c.       Model Cooperative Learning
Dalam model kooperatif learning, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam suatu kelompok. Bisa dikatakan bahwa model cooperative learning adalah kerja sama dalam sebuah kelompok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama kelompok dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerima berbagai keragaman serta pengembangan keterampilan sosial.


2.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
Model pembelajaran kooperatif tipe scramble merupakan model pembelajaran kooperatif yang secara umum digunakan untuk melatih siswa dalam menguatkan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran melalui bantuan lembar kerja yang berisi kata-kata yang diacak hurufnya. (Icah, 2009)
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe scramble adalah sebagai berikut:
1.      Guru menyapaikan materi sesuai dengan kompetensi dasar.
2.      Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
3.      Guru menyiapkan lembar kerja berupa kata yang diacak hurufnya.
4.      Siswa dalam kelompok mendiskusikan jawaban sesuai lembar kerja yang mereka terima.
5.      Siswa mempresentasikan hasil jawabannya di depan kelas; dan
6.      Diakhir pelajaran guru bersama siswa menyimpulkan materi yang disampaikan.
Menurut Lie (2004 : 45):
Model pembelajaran kooperatif tipe scramble memiliki kelebihan dalam melatih pemahaman siswa sekaligus melatih keterampilan siswa dalam menyusun sebuah kata atau kalimat pada materi yang telah disampaikan. Sementara kekurangan yang dimiliki tipe ini diantaranya siswa membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan jawaban terhadap soal-soal yang diberikan sehingga mudah merasa jenuh.

D.    Hasil Belajar
Menurut Sukmara (2007:69), hasil belajar menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran baku (standaring norms) menjadi sasaran sekaligus tujuan yang mesti dicapai melalui berbagai kegiatan pengalaman siswa secara utuh, menyeluruh dan terpadu. Hasil belajar yang efektif tidak hanya menekankan pada salah satu dari ketiga orientasi hasil belajar, melainkan keseimbangan dalam pengembangannya secara proporsional.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Terdapat beberapa klasifikasi hasil belajar diantaranya yaitu, Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) startegi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.

Namun klasifikasi hasil belajar yang banyak digunakan di dunia pendidikan adalah klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek pertama, kedua dan ketiga termasuk kognitif tingkat rendah, sedangkan aspek keempat, kelima dan keenam termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai bahan pengajaran.

No comments:

Post a Comment