Wednesday 12 October 2016

Pendekatan pembelajaran matematika

Pendekatan pembelajaran matematika yaitu cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa” (Suherman dkk, 2001:70). Adapun pendekatan pembelajaran yang cocok dengan kondisi yang telah  dipaparkan di atas adalah pendekatan investigasi. Istilah investigasi mulai diperkenalkan sejak terbitnya laporan dari Cockroft (Evan, 1987 dalam Syaban, 2009) yang menyatakan bahwa :
Pembelajaran matematika harus melibatkan aktivitas-aktivitas berikut: (1) eksposisi (pemaparan) guru; (2) diskusi di antara siswa sendiri ataupun antara siswa dan guru; (3) kerja praktek; (4) pemantapan dan latihan pengerjaan soal; (5) pemecahan masalah; (6) investigasi.

Beberapa pendapat para ahli tentang investigasi di antaranya, Height (Krismanto, 2004, dalam Syaban, 2009) mengatakan bahwa ‘Investigasi berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis’. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang dan selanjutnya orang tersebut mengomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkan hasil perolehannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil.
Talmagae dan Hart (1977, dalam Syarif, 2009) menyatakan bahwa ‘Investigasi diawali oleh soal-soal atau masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan pembelajarannya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur dengan ketat oleh guru’.
Investigasi secara bahasa adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat zat, dan sebagainya) (KBBI Online, 2009). Menurut Bastow, et, al. (1984, dalam Lidinillah, 2008):
Investigasi matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong suatu aktivitas percobaan (experiment), mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu pola, membuat dan menguji kesimpulan/dugaan (conjecture) dan jika dapat pula sampai membuat suatu generalisasi.

Ketika melakukan suatu investigasi di kelas, perlu juga didukung dengan suasana belajar yang kondusif yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelidiki sendiri masalah matematika yang dihadapinya. Oleh sebab itu, peran guru sangat berfungsi untuk selalu menjaga suasana agar investigasi tidak berhenti di tengah jalan. Menurut Flenor (1974, dalam Syarif, 2009), peran guru dalam kegiatan investigasi matematika adalah:
(1) sebagai motivator dan fasilitator yang mendorong siswa untuk dapat mengungkapkan pendapat atau menuangkan pemikiran mereka serta menggunakan pengetahuan awal mereka dalam memahami situasi baru; (2) mendorong siswa untuk dapat memperbaiki hasil mereka sendiri atau kerja kelompoknya.

Adapun langkah-langkah pembelajaran investigasi menurut Vui (2001, dalam Syaban: 2009) adalah:
Langkah 1       : Pendahuluan dengan masalah
Membuat siswa tertarik dengan memotivasi dengan baik dan    membuat situasi yang dapat membangkitkan semangat.
Langkah 2       : Mengklarifikasi masalah
Menggunakan pertanyaan untuk menggambarkan     pertanyaan matematika yang pokok yang terdapat dalam masalah.
Langkah 3       : Mendisain investigasi
Guru membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk memilih pemecahan yang          tepat yang paling memuaskan. Contoh pertanyaan bimbingan yang dapat diberikan adalah :
1)      Apa yang kita cari dalam masalah tersebut?
2)      Bagaimana kita dapat mencoba untuk memecahkan masalah?
3)      Apa pemecahan masalah yang tepat yang mungkin berguna?
Langkah 4       : Melaksanakan investigasi
Siswa membuat dan menguji hipotesis, mendiskusikan dan guru memberi pertanyaan-pertanyaan untuk membimbing siswa.
Langkah 5       :  Merangkum pembelajaran
Siswa membutuhkan waktu untuk mempresentasikan temuan mereka dan menjelaskan beberapa teori yang dimilikinya mengenai temuannya tersebut. Pertanyaan-pertanyaan mungkin dapat mengikat temuan tersebut bersama-sama dan memunculkan proses-proses yang dipakai selama investigasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan investigasi merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk memecahkan masalah melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan masalah-masalah oleh guru, kemudian selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru. Peran guru bukan pemberi jawaban akhir dan bukan pula pemberi pertanyaan yang mengarah kepada jawaban akhir melainkan pemberi pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menyelidiki masalah matematika yang dihadapinya. Artinya siswa sendirilah yang harus memunculkan pertanyaan dan menentukan satu atau lebih aspek yang akan diselidiki.

Hakikat Matematika di Sekolah Dasar

1.      Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran berasal dari kata belajar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu berkat pengalaman dan latihan. Menurut Garret (Ramadani, 2009:16) ‘Belajar merupakan  suatu proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan secara mereaksi terhadap suatu suatu perangsang tertentu’.
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Istilah pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar siswa.
Secara etimologis, matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata itu berhubungan pula dengan kata lain yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Secara harfiah matematika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan proses berpikir (bernalar).
Menurut Suriasumantri (Ramadani, 2009:12) ‘Matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika dan statistika’. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ruseffendi (Ramadani, 2009:12) menyatakan bahwa ‘matematika sebagai : ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungan’. Matematika disebut ilmu deduktif, karena dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu yang lain. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif. Matematika sebagai bahasa, karena matematika merupakan simbol yang berlaku secara universal (internasional) serta sangat padat makna dan pengertian. Matematika sebagai seni, dalam matematika terlihat adanya keteraturan, keruntutan dan konsisten, sehingga matematika indah dipandang dan diresapi seperti hasil seni. Matematika adalah bahasa, ilmu deduktif, ilmu tentang keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisir dengan baik dan merupakan pelayan ilmu lainnya, sehingga matematika disebut sebagi ratumya ilmu.
Lebih khusus dari beberapa pengertian matematika di atas, menurut kurikulum 2006 (BSNP, 2006:36) menjelaskan bahwa :
Matematika adalah mata pelajaran yang diberikan kepada semua siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, kreatif, kritis serta kemampuan kerja sama agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Berdasarkan beberapa pengertian matematika yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir deduktif, yang memiliki peran ganda yakni sebagai ratu dan pelayan ilmu lainnya serta bermanfaat untuk membantu kehidupan manusia dalam kehidupan yang semakin kompetitif.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari mulai Sekolah Dasar, untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan membangun daya pikir manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka proses pembelajaran matematika harus berfokus pada pemecahan masalah matematika sehingga membangun daya pikir peserta didik sejak di Sekolah Dasar.
Mata pelajaran matematika memiliki fungsi sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi tersebut hendaknya menjadi acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. Kurikulum 2006 atau KTSP menggariskan bahwa: “fungsi matematika secara umum adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, serta bekerja sama”.
Adapun tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BSNP, 2006:30) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam memecahkan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3)  memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki sikap rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika bukan sekedar menghafal suatu konsep tetapi ditekankan pada penguasaan kemampuan pemecahan masalah.
Adapun cakupan ruang lingkup pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006:3) adalah meliputi aspek-aspek a) bilangan, b) geometri dan pengukuran, c) pengelolaan data.

2.      Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pada dasarnya tidak ada individu yang sama persis, setiap individu memiliki keunikan sendiri. Keunikan tersebut di antaranya dapat dilihat dari bentuk fisik, minat, bakat, kepribadian, keinginan, tanggung jawab, kemampuan, pengalaman, kebiasaan, dan cara berpikir. Siswa Sekolah Dasar merupakan individu dengan segala keunikan yang dimilikinya yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik pada setiap siswa. Seorang guru  hendaknya senantiasa memperhatikan dan mempertimbangkan segala perbedaan karakteristik siswanya, karena hal tersebut merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.
Menurut Piaget (Ramadani, 2009:14) ada empat tahap perkembangan berpikir anak yaitu :
(1) tahap sensorimotor (0-2 tahun) kegiatan intelektual pada tahap ini hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra; (2) tahap praoperasional (2-7 tahun) pada tahap ini lambang-lambang bahasa yang dipergunakan untuk menyatakan benda-benda nyata; (3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) pada tahap ini kemampuan berpikir muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah; (4) tahap operasional formal (11-15 tahun) pada tahap ini pola berpikir orang dewasa muncul.

Berdasarkan teori tahap perkembangan berpikir anak di atas, maka siswa kelas V SD berada pada tahap operasional konkrit. Sehubungan dengan hal itu, maka pembelajaran yang dilakukan di kelas V harus memfasilitasi siswa dalam mengaktifkan daya kreatif dan kritisnya untuk menyelesaikan masalah. Potensi tersebut perlu dikembangkan melalui kegiatan investigasi sehingga siswa memperoleh stimuli yang baik.

B.     Pendekatan Investigasi
Para ahli pembelajaran telah menyarankan perubahan paradigma pembelajaran matematika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Menurut Cockroft (Turmudi, 2008:15), perubahan paradigma tersebut meliputi 3 dimensi, yaitu:
1.      Mathematics theme
Pandangan awal, bahan yang dipelajari matematika itu: abstract, readymade, strictly body of knowledge, unquestionable
Berubah menjadi : real world, aplicable, contextual, student strategy as starting point
2.      Method/approach
Pandangan awal, metode pembelajaran dalam matematika itu : textbook oriented, teacher centered, student passive learning, paper and pencil, chalk and talk, one way communication
Berubah menjadi : student centered, active participant, reinvention, Problem solving, inquiry, investigative, explorative, two way communication
3.      Student themes
Pandangan awal, cara pandang terhadap siswa dalam pembelajaran  matematika itu : sorting an ordering (ranking) students for job criteria and future study

Berubah menjadi : student needs (interest, abilities, stayes of growth)

Thursday 22 September 2016

ABSTRAK

ABSTRAK



SARINEM. 2012. Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa indonesia tentang pengayaan kosakata  melalui penerapan model kontekstual (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas 4 SD Negeri ,,,,,,,,,,,,,,,,, Kecamatan ,,,,,,,,,,,,,,,,, Kabupaten ,,,,,,,,,,,,,,,,,)

Dalam praktik pembelajaran, pelaksanaan pengajaran kosakata sering kali dihadapkan pada berbagai masalah. Masalah ini biasanya datang dari siswa atau dari guru sendiri, seperti yang terjadi di Kelas IV SD Negeri ,,,,,,,,,,,,,,,,,. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, penulis sebagai tenaga pengajar di Kelas IV SD Negeri ,,,,,,,,,,,,,,,,,, menemukan adanya masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan siswa dalam menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam bentuk bahasa baik secara lisan maupun tertulis, sehingga hasil belajar siswa masih belum optimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi fokus penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:  1) Bagaimanakah kemampuan guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran kosakata dengan menggunakan model kontekstual? 2) Bagaimanakah kemampuan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran kosakata dengan menerapkan model kontekstual? 3) Bagaimanakah hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia tentang pembelajaran kosakata dengan menerapkan model kontekstual?
Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian adalah siswa Kelas IV SD Negeri ,,,,,,,,,,,,,,,,,, terdiri dari 13 orang siswa laki – laki dan 11 orang siswa perempuan. Pelaku tindakan adalah peneliti sendiri, sedangkan observasi dilakukan oleh mitra peneliti yaitu salah seorang guru Kelas IV SD Negeri ,,,,,,,,,,,,,,,,,.
Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru kelas IV  pada siklus ke 1 hasil pos tes siswa baru mencapai rata-rata yaitu 71,8 %. Hasil tersebut belum mencapai target penelitian yang telah ditetapkan yaitu sebesar 80%. Dengan demikian masih terdapat beberapa kekurangan, tetapi pada siklus 2 kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperbaiki, sehingga siklus 2 diperoleh rata – rata nilai siswa sebesar 85.4%, hasik tersebut sudah mencapai target penelitian  yang telah ditetapkan yaitu sebesar 80%. Dengan demikian pelaksanaan siklus II merupakan akhir dari penelitian. Perencanaan pembelajaran disusun guru dengan efektif dengan melakukan pengalokasian waktu yang memadai sehingga mampu melaksanakan pembelajaran dengan optimal. Perubahan kemampuan siswa setelah menerapkan model konstektual diperoleh presentase ketuntasan belajar siswa antara siklus I dan siklus II, maka pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 11,32 % atau dari 11 siswa yang tuntas pada siklus 1 menjadi 18  siswa pada siklus II.  Peningkatan tersebut diakibatkan adanya tindakan perbaikan yang dilakukan guru pada siklus II, terutama meningkatkan keterampilan siswa dalam Menemukan makna dan informasi secara tepat dalam kamus/ensiklopedi melalui membaca memindai.   

Kata Kunci : Pengayaan Kosakata, Model Kontekstual



Farida Suhyani (2012): "an inquiry-based Math Learning Strategies for Improving Inductive Ability in Determining Area Students Build Plane". (Supervisor I: Dr. Karlimah, M.Pd.; Supervisor II: Art Apriliya, M Ed)

ABSTRACT

The research was motivated by the lack of understanding of students and student learning outcomes in the learning of mathematics in the materials determine the extent of up trapezoid and kites. This is evidenced by the acquisition value of the evaluation prior to implementation of action research is only at an average of 61 to 64 for the trapezoid and a kite from the ideal value of 100. Starting from this fact, the formulation of the problem in this study is "What is an inductive inquiry-based math learning can improve student learning class V Buniasih Elementary School District District of the Duchy of Tasikmalaya in determining the broad flat wake trapezoid and kites". Based on these problems, the purpose of this study was to improve students' skills in setting up broad flat trapezoid and a kite through inductive inquiry learning strategies. The method used in this study is action research methods class (PTK). The model used is a model TOD Kemmis & Mc. Taggart. The study consisted of two cycles with the subject of research is a class V student of 25 people. The instruments used in this study were: learning implementation plan (RPP), a medium of learning, the student worksheet (LKS), observation sheets for teachers, observation sheets for students, pretest sheets and evaluation sheets. Based on the results of data processing and data analysis, it can be concluded that learning to use the strategy of inductive inquiry learning in class V SDN Buniasih District Duchy Tasikmalaya District can enhance students' ability to determine the extent of Trapezoid and Kite. This is demonstrated by the increased percentage of observations on the preparation of lesson plans, namely a 94% cycle, two cycles of 100%, increasing the percentage of observations on the ability of teachers ie one cycle of 82%, 91% two cycles. Besides increasing the percentage of observations of student activities to the learning process, ie one obtains 86% of the cycle and two cycles of 93%. And the ability of students who have increased, which is the trapezium pretest only 61 and kites 64 to 70 to 80.4 for the trapezoid and a kite. Therefore, the strategy of inductive inquiry is one alternative that can be used in teaching mathematics to enhance the capability in determining the flat wide awake in class V SDN Buniasih District Duchy Tasikmalaya District.

__________________________________________________________________
Key words: learning strategies, inductive inquiry, classroom action research, learning, bangu flat, trapezoid, a kite.

METODE PENELITIAN BAB 3 PTK



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas adalah penyelesaian masalah yang ada di kelas atau penelitian yang dilaksanakan di kawasan kelas. PTK ini dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian kemudian hasil kajian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahapan pelaksanaan. Hasil dari proses refleksi ini, melandasi upaya perbaikan dan penyempurnaan rencana tindakan berikutnya . tahapan diatas dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sapai suatu kualitas keberhasilan dapat tercapai” (Depdiknas, 2003 : 4).
Penelitian Tindakan Kelas tidaklah semata-mata hasil refleksi guru tentang permasalahan pembelajaran di kelas. Namun penelitian tindakan ini juga dimaksudkan untuk mencari solusi atas permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelas.  Pekerjaan utama guru adalah mengajar dan apapun metode Penelitian Tindakan Kelas yang kebetulan diterapkan, seyogyanya tidak berdampak mengganggu guru sebagai pengajar. Penelitian Tindakan Kelas tidak harus guru meninggalkan tugasnya artinya guru tetap mengajar di kelas dan bersama itu dengan kegiatan mengajar guru melakukan penelitian. Penelitian tindakan kelas ini dapat membatasi antara teori dan praktek. Guru dapat menyelesaikan teori – teori yang berhubungan dengan suatu pelajaran yang dikembangkan. Dan teori – teori tadi dapat disesuaikan dengan pokok bahasan yang ada untuk kepentingan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus dapat memilih teori yang sesuai agar memperoleh hasil yang betul dirasakan oleh guru dan dialami oleh guru. Didalam hal ini guru berperan ganda yaitu sebagai praktisi dan peneliti.
Dalam kaitan ini pula, dapat menyelesaikan masalah yang ada di kelas sehingga menemukan solusinya. Penelitian dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas dapat meningkatkan proses pembelajaran di kelas, baik bagi guru maupun siswa. Masalah- masalah yang timbul dilapangan dapat diselesaikan oleh guru melalui Penelitian Tindakan Kelas sehingga guru menjadi kreatif dan cepat tanggap terhadap semua permasalahan yang dihadapi di kelas. Dengan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini, proses pembelajaran lebih meningkat dan bermakna.
Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu penelitian yang bertujuan meningkatkan mutu pengajaran yang diselenggarakan oleh guru sebagai pengajar dan peneliti, yang nantinya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang menghalangi pembelajaran di dalam kelas. Depdikbud (2003:8)  mengatakan bahwa suatu penelitian yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai dengan penelitian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
B.     Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa Kelas IV SD Negeri Purbahayu Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis.  Siswa terdiri dari 13 orang siswa laki – laki dan 11 orang siswa perempuan. Siswa tersebut sebagian besar kurang memahami pembelajaran bahasa Indonesia khsusunya kosakata, sehingga pengembangan kosakata menjadi terhambat. Selain itu tingkat perhatian orang tua yang masih rendah menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap siswa sehingga tidak membantu kondisi siswa yang masih lemah dalam pembelajarannya.

C.    Prosedur Penelitian
Penelitian ini direncanakan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas dan disusun dalam 2 siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun serta dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Pembelajaran kosakata melalui penerapan model kontekstual, sebelumnya diadakan test awal dengan tujuan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka mengoptimalkan kemampuan siswa mengatasi kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran kosakata. Kemudian, langkah-langkah kegiatan dalam penelitian adalah :
a.      Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan, tindakan peneliti  adalah sebagai berikut: (a) menentukan lokasi dan subjek penelitian, (b) permintaan ijin penelitian kepada Kepala Sekolah, (c) mengadakan observasi, untuk mengetahui keadaan awal, (d) kegiatan menelaah kurikulum kelas IV Sekolah Dasar, dan (e) menyusun rencana pembelajaran
b.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan tindakan pembelajaran seperti telah direncanakan. Agar pelaksanaan penelitian berjalan dengan lancar serta tujuan tecapai, maka perlu melakukan beberapa hal: (a) memberitahukan kepada guru yang membantu jalannya pelaksanaan tindakan sesuai dengan instrumen-instrumen yang disediakan, (b) menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan selama pelaksanaan tindakan kelas, dan (c) mempersiapkan cara-cara melakukan observasi terhadap proses dan hasil pelaksanaan tindakan kelas yang sedang berlangsung.
c.   Menetapkan Kolaborasi
Pelaku tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah peneliti sendiri, sedangkan observasi dilakukan oleh mitra peneliti yaitu salah seorang guru Kelas IV SD Negeri Purbahayu Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Selain itu, Kepala Sekolah berperan serta dan bertindak sebagai supervisor yang bertugas membantu peneliti dalam melakukan penelitan.

D.    Tindakan Pembelajaran
a.      Perencanaan
Langkah yang dilakukan pada perencanaan tindakan alah sebagai berikut: (a) membuat perencanaan pembelajaran lengkap dengan tes akhir serta materi pokok kosakata, (b) membuat lembar observasi untuk mengamati kinerja guru dan aktivitas siswa yang berkaitan dengan proses pembelajaran dipersiapkan juga format catatan lapangan untuk mencatat temuan selama penelitian berlangsung.
b.      Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada perencanaan ini adalah melaksanakan perencanaan pembelajaran pada materi pokok pengayaan kosakata yang telah direncanakan yang tercantum dalam lampiran.
1)      Siklus I
a)   Perencanaan Tindakan Siklus I
Hal yang dilaksanakan dalam perencanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut:  (a) Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi, (b) dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. (c) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. (d) Membuat media pembelajaran dalam rangka implementasi PTK. (e) Membuat lembar kerja siswa. (f) Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK. (g) Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
b)      Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Hal yang dilaksanakan dalam pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut:  (a) Membahas materi tentang hidup rukun melalui tanya jawab. (b) Melaksanakan kegiatan pembelajaran pengayaan kosakata melalui permainan kartu huruf. (c) Memberikan LKS. (d) Memberikan tes kemampuan membaca yaitu tes kinerja
b)      Observasi Tindakan Siklus I
Observasi dilakukan untuk mencatat hal-hal penting selama berlangsung proses pembelajaran kosakata dengan menerapkan model kontekstual. Pengamatan menggunakan lembar observasi yang telah disepakati antara peneliti dan mitra peneliti.
c)      Refleksi Tindakan Siklus I
Menganalisis hasil observasi, terdiri dari rencangan pembelajaran siklus I, proses pembelajaran siklus I, dan hasil belajar siswa tentang pengayaan kosakata  untuk dijadikan bahan pada tindakan siklus pembelajaran berikutnya.
2)      Siklus II
a)      Perencanaan Tindakan Siklus II
Hal yang dilaksanakan dalam perencanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut: (a) menyiapkan materi pembelajaran tentang pengayaan kosakata , (b) menentukan materi pengayaan kosakata  yang sesuai dengan tema dalam kurikulum, dan (c) membuat rancangan pembelajaran tentang materi pengayaan kosakata.

b)      Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Hal yang dilaksanakan dalam pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut: (a) melaksanakan pembelajaran tentang materi pengayaan kosakata  menerapkan model konstektual sesuai dengan rancangan pembelajaran, dan (b) pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi  terhadap hasil pembelajaran pengayaan kosakata.
c)      Observasi Tindakan Siklus II
Observasi dilakukan untuk mencatat hal-hal penting selama berlangsung proses pembelajaran pengayaan kosakata  dengan menggunakan media kartu hurup. Pengamatan menggunakan lembar observasi yang telah disepakati antara peneliti dan mitra peneliti.
d)     Refleksi Tindakan Siklus II
Menganalisis hasil observasi, terdiri dari rencangan pembelajaran siklus II, proses pembelajaran siklus II, dan hasil belajar siswa tentang pengayaan kosakata  untuk dijadikan bahan pada tindakan siklus pembelajaran berikutnya.
c.       Observasi
Observasi dilakukan pada saat mitra peneliti proses pembelajaran. Observasi menggunakan lembar pengamatan sesuai dengan alat pengumpul data yang dibuat.
d.      Refleksi
Semua data yang diperoleh dari hasil observasi dikumpulkan lalu di identifikasi, dianalisis dan dievaluasi. Setelah selesai pembelajaran dilakukan refleksi, kemudian hasil refleksi dianalisis untuk digunakan sebagai acuan untuk merancang atau rekomendasi tindakan untuk pelaksanaan tindakan berikutnya. Pada akhir tahap ini peneliti merekomendasi semua kegiatan yang dilakukan dari semua siklus dikonsepsikan sebagai berikut
Gambar 3.1
Desain Penelitian












Bagan 3.2 PTK Model Kemmis dan Mc Taggart
E.     Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik tes, dan teknik wawancara. Ketiga teknik tersebut penulis uraikan sebagai berikut.

  1. Teknik Observasi
Kegiatan observasi pada penelitian ini dilakukan oleh rekan guru kelas 2 sebagai pengajar. Kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran guru, proses pembelajaran siswa serta penggunaan media dalam pembelajaran pengayaan kosakata  dengan penggunaan media kartu hurup.
  1. Teknik Tes
Teknik tes diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran berlangsung di setiap siklus untuk mengetahui atau menilai hasil tindakan yang telah diberikan. Bentuk tes yang digunakan adalah bentuk tes tertulis, dengan tujuan agar dapat diketahui kemampuan siswa dalam menjawab soal pengayaan kosakata.

F.     Variabel Penelitian

a.      Variabel Input

Variabel input dalam penelitian terdiri dari kemampuan dasar siswa dalam pembelajaran membaca sebelum dilakukan tindakan dan kemampuan guru dalam mengembangkan pembelajaran membaca di kelas dengan langkah-langkah serta media yang biasa digunakan.
b.   Variabel Proses
Variabel proses dalam penelitian ini adalah tindakan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model konstektual dalam pembelajaran bahasa Indonesia pengayaan kosakata . Selain itu peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran pengayaan kosakata  menjadi variabel yang sangat penting.
  1. Variabel Ouput
Variabel output dalam penelitian ini adalah peningkatan aktivitas siswa melalui penggunaan menerapkan model konstektual dalam pembelajaran bahasa Indonesia tentang pengayaan kosakata serta peningkatan belajar siswa dalam pengayaan kosakata dengan menerapkan model konstektual.

G.    Teknik Analisis Data
 Setelah data terkumpul, kegiatan adalah melakukan analisis dan interpretasi data melalui pengorganisasian data, mengatur data kedalam satu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Meleong, 2000:190). Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, pemaknaan data, dan penyimpulan hasil penelitian. 
Data yang disajikan secara utuh setelah data tersebut di seleksi, difokuskan dan disederhanakan serta diformulasikan. Hal tersebut dilaksanakan untuk menyajikan data yang lengkap. Analisis data dilakukan selama dan setelah tindakan. Dalam proses penganalisisan data, data yang diperoleh dari hasil observasi ditulis dalam bentuk deskripsi sedangkan dari hasil pascates dianalisis dalam bentuk nilai atau angkauntuk melihat keterampilan peserta didik. Analisis data digunakan untuk pelaksanaan refleksi dan sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus selanjutnya.
 Kegiatan proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari angket, wawancara dan observasi, kemudian diadakan penyusunan data dan mengkategorikan data. Analisis data dilakukan selama pengumpulan data sampai proses pengumpulan data selesai. Setelah data terkumpul dari siklus I sampai siklus III yang diharapkan tercapai maka dilakukan penyelesaian dan pengkodean data untuk dimaknai.
Data yang dikumpulkan untuk dianalisis dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a.       SeleksiData
Pada langkah ini, peneliti mengumpulkan selurah data yang telah terkumpul dari para responden. Hal ini peneliti lakukan untuk mempermudah peneliti untuk mengecek apakah semua data yang dibutuhkan sudah lengkap atau belum.
b.      Klasifikasi data
Pada langkah ini peneliti menggolongkan, mengelompokkan dan memilah data berdasarkan klasiflkasi tertentu yang teiah peneliti buat.
c.       Interpretasi Data
Memberikan makna dari tiap pokok-pokok temuan sehingga menjadi suatu faktor yang paling esensial
d.      Menarik Kesimpulan
1)      Menyusun kesimpulan tiap pokok-pokok temuan berdasarkan interpretasi tertenatu
2)      Menyusun kesimpulan umum sebagai studi general dari proses analisis yang dilakukan
Data yang diperoleh dari siklus 1 dan siklus 2 dibandingkan dengan cara melihat hasil tes dan nontes, sehingga akan dapat diketahui adanya perubahan perilaku siswa dan peningkatan kemampuan dalam pembelajaran kosakata dengan menerapkan model kontekstual.
 
H.    Kriteria Keberhasilan
Indikator keberhasilan dilihat dari kriteria yang disepakati untuk ketuntasan perbaikan pembelajaran adalah: nilai rata-rata harus melebihi KKM dan siswa yang hasil belajarnya telah melebihi KKM harus mencapai 75% atau lebih. KKM untuk Bahasa Indonesia adalah 70,00.
Kriteria keberhasilan aktivitas guru dikonversikan melalui analisis parsial indikator peneliti memberikan penafsiran nilai rata-rata dari tiap indikator. Dan untuk menafsirkan nilai rata-rata dari tiap indikator ini dibuat batasan dan klasifikasi kategori dalam bentuk kuantitatif yang di kemukakan oleh Harahap (t.t: 97) yaitu:
a.       Berkisar antara 81 – 100 %         = Baik sekali
b.      Berkisar antara 61 – 80 %           = Baik
c.       Berkisar antara 41 – 60 %           = Cukup
d.      Berkisar antara 21 – 40 %           = Kurang
e.       Berkisar antara 0 – 20 %             = Kurang Sekali