Showing posts with label BAHAN KULIAH. Show all posts
Showing posts with label BAHAN KULIAH. Show all posts

Friday, 26 February 2016

Konsep Pembelajaran



Pembelajaran pada dasarnya adalah interaksi antara siswa dengan guru dan lingkungannya. Dengan demikian pembelajaran mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah mengajar dan belajar. Dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, biasanya mengajar dilakukan oleh guru dan belajar dilakukan oleh siswa.
Perubahan cara pandang terhadap peserta didik, guru dan tujuan pendidikan telah mengubah pengalaman tentang konsep pembelajaran. Menurut konsep lama dalam pembelajaran, siswa dipandang sebagai individu yang kosong, belum mengetahui apapun dan hanya menerima ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Sebaliknya guru adalah manusia yang mempunyai pengetahuan dan wewenang penuh untuk menyampaikan pengetahuan kepada muridnya, selain itu guru pun dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar.
Seiring  dengan perkembangan pola pikir, konsep lama dalam pembelajaran mulai ditinggalkan.  Dan sebagai gantinya muncul pola pemikiran baru mengenai pembelajaran. Menurut konsep ini, mengajar bukan hanya usaha pemindahan pengetahuan, melainkan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sehingga sasarannya tidak hanya pada sisi intelektual saja tetapi pada sisi emosional dan spiritual. Menurut Ismiyanto (Sutardi, 1995 : 47) dikatakan bahwa :
Konsep mengajar modern mengandung pengertian (1) belajar adalah memahami, (2) pengajaran terarah pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak, (3) dalam proses pembelajaran siswa aktif, dan (4) dalam proses pembelajaran minat memegang peranan penting.

Menurut konsep baru dalam pembelajaran, belajar adalah upaya menemukan. Dalam belajar siswa menggunakan atau mengubah lingkungan tertentu dan ia belajar mengenai lingkungan tersebut melalui akibat tindakannya dan tidak sekedar berhubungan dengan lingkungan. Oleh karena mengalami, maka siswa akan aktif belajar, sehingga strategi yang paling sesuai adalah pembelajaran penemuan atau penyelidikan (inquiry).
Soelaeman (1985 : 46) menyatakan bahwa “Belajar adalah memecahkan masalah, artinya dalam proses pembelajaran terjadi interaksi dengan lingkungan untuk memperoleh kepuasan”. Kepuasan tersebut dapat diperoleh melalui pemecahan masalah. Adapun hakikat belajar menurut  Djahiri (1996 : 41) adalah :
    Mengisi, membina dan mengembangkan serta memperluas keseluruhan potensi diri peserta didik (well educated and well trained) dengan substansi yang baik, benar dan tepat guna. Kelirulah para guru yang hanya mengutamakan target perolehan belajar substansial semata dan melupakan pembinaan dan peningkatan potensi diri. Bahan ajar hendaknya dimaknai sebagai target harapan isi dunia anak dan sekaligus pula media pembinaan potensi anak.
Ahmadi (1980 : 20) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri manusia, apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada dirinya telah berlangsung proses belajar”. Begitu pula Morgan (Purwanto, 1984 : 80) mengemukakan bahwa : “…belajar sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman”. Lebih tegas lagi Cronbach (Surya, 1992 : 32) mengemukakan bahwa : “…belajar ditunjukkan dengan suatu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman”.
Lebih lanjut Samsudin (1999) mengemukakan ciri-ciri perubahan sebagai hasil dari perilaku belajar, yaitu :
a.         Perubahan bersifat intensional, dalam arti pengalaman atau praktek latihan yang dilakukan disadari serta disengaja dan bukan secara kebetulan. Dengan demikian perubahan karena kematangan, keletihan atau penyakit tidak dapat dipandang sebagai suatu perubahan hasil belajar.
b.         Perubahan bersifat positif, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan (normative), atau kriteria keberhasilannya baik, baik dipandang dari segi siswa maupun dari segi guru.
Perubahan bersifat efektif dan fungsional, dalam arti belajar memberikan pengaruh dan makna bagi siswa, serta perubahan hasil belajar relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan kembali seperti dalam belajar penemuan (inkuiri), ujian, ulangan dan sebagainya, maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup

Thursday, 25 February 2016

PENALARAN INDUKTIF

Kemampuan Penalaran Matematika
1.      Penalaran dan Pembuktian
         Fondasi dari matematika adalah penalaran (Reasoning). Penalaran  merupakan salah  satu keterampilan proses yang harus dikuasai oleh siswa melalui pembelajaran matematika. Istilah penalaran menurut Keraf (Sukirwan, 2008:29) merupakan ”Proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau efidensi-efidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Pendapat lain tentang penalaran diungkapkan Riedesel, dkk (Sukirwan, 2008:29) yang menyatakan bahwa ’Penalaran merupakan sebuah proses yang merumuskan suatu konjektur matematis atau tebakan yang beralasan’. Seorang siswa yang merasakan bahwa matematika itu bermakna, dapat dipahami, dan bermanfaat akan melahirkan sebuah kemungkinan ide baru yang akan membuat beberapa makna dari sebuah masalah matematika. Berkaitan dengan hal itu, agar anak dapat belajar matematika yang sesungguhnya perlu dilatihkan cara belajar penalaran. Dapat diungkapkan bahwa antara matematika dan penalaran memiliki hubungan yang satu sama lainnya saling mendukung. Sependapat dengan hal itu, Depdiknas (Sukirwan, 2008:30) menyatakan bahwa ’Materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika’. Dalam kurikulum di Indonesia tertuang dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika (Depdiknas, 2006) bahwa pembelajaran matematika memiliki tujuan agar siswa dapat ”Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika”.
         Menurut Mullis (Suryadi, 2005:30) ’Penalaran matematika mencakup kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, jastifikasi atau pembuktian, dan kemampuan komunikasi matematika’. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat muncul pada saat berpikir tentang suatu masalah atau penyelesaian masalah matematik. Pada saat siswa melakukan aktivitas seperti itu, komponen-komponen penalaran tersebut tidak muncul secara sendiri-sendiri melainkan saling berkaitan satu dengan lainnya.
        Hal penting selain siswa memiliki kemampuan penalaran, merumuskan suatu konjektur yang beralasan dan pembuktian juga sangat diperlukan oleh siswa, penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk mengembangkan wawasan tentang fenomena luas. Orang yang nalar dan berpikirnya analitik cenderung mencatat pola struktur dan keteraturan dalam situasi nyata dan benda-benda simbolik. Ketika seorang siswa dihadapkan pada situasi nyata yang mempunyai pola dan keteraturan mula-mula anak melakukan proses “dugaan” atau conjecture, dia akan bertanya apakah pola-pola itu hanya kebetulan atau ada alasan untuk memberikan dugaan, selanjutnya ada proses untuk membuktikan dugaan yang dibuat siswa.
         Dengan mengembangkan gagasan, mengeksplorasi gejala, menjustifikasi hasil dan menggunakan dugaan diharapkan dapat membangun keterampilan penalaran siswa. Penalaran dan pembuktian hendaknya merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya kebiasaan yang lain harus dikembangkan secara konsisten menggunakan berbagai macam konteks, mengenal penalaran dan pembuktian merupakan aspek-aspek fundamental dalam matematika.
         Pengalaman anak sejak dini dengan matematika penting untuk memahami matematika bahwa pernyataan selalu mempunyai alasan. Pertanyaan seperti “Mengapa menurut pemikiranmu itu benar?” dan pertanyaan “Adakah diantara kamu berpikir bahwa jawabannya adalah berbeda?,  “Mengapa kamu juga berpikir demikian?”, membantu siswa untuk melihat bahwa pernyataan-pernyataan itu perlu didukung oleh bukti.
2.      Penalaran Induktif Matematika
        Penalaran matematis terdiri dari dua bagian yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip atau pengalaman yang umum yang menuntut kita memperoleh kesimpulan sesuatu yang khusus. Sedangkan penalaran induktif didefinisikan sebagai proses penalaran yang menurunkan prinsip atau aturan dari pengamatan hal-hal atau contoh-contoh khusus. Penalaran induktif ini sangat efektif digunakan siswa di sekolah, terutama siswa sekolah dasar.
         Penalaran induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris  Prancis Bacun (Effendi, 2007:76) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem berpikir yang paling baik pada abad pertengahan. Cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional. Berfikir induktif ialah suatu proses dalam berfikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.
        Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah : a) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif; b) menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip, atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu; c) disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal perkiraan itu; dan d) disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah yang terdahulu. Pada tingkat ini menurut Syamsudin Makmun (Effendi, 2007:7)
  Siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai  konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat kesimpulan (konklusi) tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule” (prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah dan sebagainya).

               Penalaran induktif dalam matematika digunakan untuk memperoleh dugaan-dugaan tentang rumus atau teorema. Rumus atau teorema yang diperoleh dengan penalaran induktif belum dapat dikatakan absah sebagai rumus atau teorema dugaan. Namun demikian penalaran induktif ini mempunyai peranan penting dalam memunculkan inspirasi untuk memperoleh rumus atau teorema dugaan. Penalaran induktif juga sangat penting dalam pembelajaran siswa di sekolah dasar karena penalaran ini mudah diikuti oleh para siswa, oleh karena itu pada kegiatan belajar ini banyak dibahas beragam contoh yang bervariasi dalam menerapkan penalaran induktif. Penalaran induktif bermula dari percobaan-percobaan atau contoh-contoh dan dari contoh-contoh tersebut dicari pola atau ciri kesamaannya untuk dapat disusun menjadi suatu kesimpulan yang berupa rumus/teorema dugaan.
         Dalam pembelajarannya guru menyampaikan hal-hal khusus berkaitan dengan materi pokok yang akan disampaikan kemudian guru mengarahkan siswa melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan pola pikir induktif misalnya guru memberi beberapa konsep, siswa diminta mengamati dengan cermat, dan meminta siswa menulis makna konsep tersebut dengan bahasa sendiri. Dalam fase kegiatan ini dibawah bimbingan dan arahan guru, siswa aktif belajar matematika secara individu-kelompok, kegiatan utama siswa adalah mengamati, memeriksa, menyelidiki, menganalisis, berdasarkan kemampuan masing-masing, hal-hal yang bersifat khusus dan mengkonstruksi konsep atau generalisasi atau sifat-sifat umum berdasar hal-hal khusus tersebut. Berdasarkan hal di atas maka jelaslah dengan menggunakan kegiatan induktif ini siswa akan sampai pada proses pembelajaran yang aktif, menantang, dan meningkatkan kemampuan  penalaran induktif matematika siswa.
        Daya nalar siswa dalam mata pelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan. Telah dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Romadhina, 2007), penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Menurut dokumen di atas indikator yang menunjukkan adanya penalaran antara lain adalah:
a) menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram; b) mengajukan dugaan (conjectures); c) melakukan manipulasi matematika; d) menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi; e) menarik kesimpulan dari pernyataan; f) memeriksa kesahihan suatu argumen; g) menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi”.
        Adapun Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dimaksud adalah penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematika siswa dengan indikator: a) mengajukan dugaan b) melakukan manipulasi matematika c) menarik kesimpulan, menyusun bukti dan memberikan alasan. 

Wednesday, 24 February 2016

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar


A.    Pengertian Matematika
Menurut kurikulum 2006 (Depdiknas, 2008: 134) Mata pelajaran matematika diajarkan kepada semua siswa dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitip seperti sekarang ini.
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat lain tentang definisi  matematika. Menurut Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1992: 28) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa simbol mengenai ide (gagasan) dari pada mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan sifat – sifat atau teori – teori itu dibuat secara deduktip berdasarkan kepada unsur – unsur yang didefinisikan atau tidak didepinisikan, aksioma – aksioma, sifat – sifat atau teori – teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, kindahanya tedapat pada keterurutan dan keharmonisannya. Jadi menurut Johnson dan rising, jelas bahwa matematika adalah ilmu deduktif.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:45) ”matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia”.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu deduktif yang menjadi dasar perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
B.     Tujuan Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan matematika di Sekolah Dasar pada intinya adalah agar siswa dapat memecahkan masalah secara logis dan sistematis dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan matematika di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) menurut kurikulum 2006 (Depdiknas, 2008: 135) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.    Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pmecahan masalah.
2.    Menggunakan penalaran dan sifat melakukan manipulasi matematika dalam melakukan generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.    Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.    Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.    Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehiduan yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

         Untuk mencapai tujuan matematika siswa perlu dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan matematika yang lebih luas dan melibatkan benda-benda konkret maupun abstrak serta aktivitas-aktivitas nyata dalam berbagai objek yang dipelajarinya.
C.    Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan SD/MI dalam Kurikulum KTSP 2006 meliputi 3 aspek yaitu: (1) Bilangan, (2) Geometri dan Pengukuran, (3) Pengolahan Data. Adapun lingkup metematika dalam penelitian ini adalah lingkup geometri dan pengukuran.
D.    Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Perkembangan usia siswa Sekolah Dasar sangat penting bagi guru untuk dipahami, karena tingkat perkembangan siswa berbeda-beda. Tingkat perkembangan dan kemampuan berpikir siswa sangat berpengaruh ada keberhasilan belajar siswa terutama dalam penguasaan dan pemahaman konsep siwa, menurut Jean Peaget dalam Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (2001: 39) perkembangan kognitif siswa bedasarkan usia dikelompokan ke dalam 4 fase perkembangan yaitu:

1)    fase sensori motorik, dari lahir sampai usia sekitar 2 tahun
2)    fase pra operasional, mulai usia 2 tahun sampai usia sekitar 7 tahun
3)    fase operasional konkret, mulai usia 7 tahun sampai usia sekitar 12 tahun
4)    fase formal operasional, berlangsung sejak usia 12 tahun dan seterusnya.
Berdasarkan fase perkembangan kognitif diatas, maka siswa Sekolah Dasar berada pada fase operasional konkret, karena rata – rata siswa Sekolah Dasar di Negara kita mulai dari usia 7 tahun sampai sekitar 12 tahun. Fase ini ditandai dengan cara berpikir mulai logis tapi masih memerlukan benda – benda konkret. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar  media konkret sangat membantu siswa dalam memahami sebuah konsep khususnya dalam konsep matematika yang abstrak. Penggunaan media konkret sejalan dengan pendapat Jhonson dan Rissing yang menyatakan bahwa ”Saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti”. (Ruseffendi, 1993: 139

Friday, 12 February 2016

METODE DEMONSTRASI

  Metode Demonstrasi
1.    Pengertian Metode Demonstrasi
Pengertian metode demonstrasi menurut Wina Sanjaya (2010: 152) adalah “Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memeragakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan.”
Dengan pengertian di atas, jelas bahwa metode demonstrasi digunakan untuk memeragakan suatu proses, situasi, atau benda tertentu terkait dengan materi pelajaran yang dipelajari dengan tujuan menyajikan pelajaran dengan lebih komplit sehingga materi pelajaran yang disampaikan akan lebih berkesan bagi siswa dan membentuk pemahaman yang mendalam.
2.    Kelebihan Metode Demonstrasi
Menurut M. Basyiruddin Usman (2002: 46) menyatakan bahwa kelebihan dari metode demonstrasi adalah :
“Perhatian siswa akan dapat terpusat sepenuhnya pada pokok bahasan yang akan didemonstrasikan, memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk ingatan yang kuat dan keterampilan dalam berbuat, menghindarkan kesalahan siswa dalam mengambil suatu kesimpulan, karena siswa mengamati secara langsung jalannya demonstrasi yang dilakukan.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode demonstrasi adalah siswa dapat memusatkan perhatiannya pada pokok bahasan yang akan didemonstrasikan, siswa memperoleh pengalaman yang dapat membentuk ingatan yang kuat, siswa terhindar dari kesalahan dalam mengambil suatu kesimpulan karena siswa mengamati secara langsung jalannya demonstrasi yang dilakukan.
3.    Kelemahan Metode Demonstrasi
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000: 57) ada beberapa kelemahan metode demonstrasi yaitu : “Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan.”
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan metode demonstrasi adalah tidak semua benda dan materi pembelajaran yang bisa didemonstrasikan dan metode ini tidak efektif bila tidak ditunjang oleh keterampilan guru secara khusus.

4.    Langkah-langkah Metode Demonstrasi
Untuk melaksanakan metode demonstrasi yang baik dan efektif, ada beberapa langkah yang harus dipahami dan digunakan oleh guru, yang terdiri dari perencanaan, uji coba dan pelaksanaan oleh guru lalu diikuti oleh murid dan diakhiri dengan adanya evaluasi.
Menurut J.J. Hasibuan dan Mujiono (1993: 31) langkah-langkah metode demonstrasi adalah sebagai berikut :
1.      Merumuskan dengan jelas kecakapan dan atau keterampilan apa yang diharapkan, dicapai oleh siswa sesudah demonstrasi itu dilakukan.
2.      Mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh apakah metode itu wajar dipergunakan, dan apakah merupakan metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan.
3.      Alat-alat yang diperlukan untuk demonstrasi itu bisa didapat dengan mudah, dan sudah dicoba terlebih dahulu supaya waktu diadakan demonstrasi tidak gagal.
4.      Jumlah siswa memungkinkan untuk diadakan demonstrasi dengan jelas.
5.      Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah yang akan dilaksanakan, sebaiknya sebelum demonstrasi dilakukan, sudah dicoba terlebih dahulu supaya tidak gagal pada waktunya.
6.      Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan, apakah tersedia waktu untuk memberi kesempatan kepada siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan komentar selama dan sesudah demonstrasi.
7.      Selama demonstrasi berlangsung, hal-hal yang harus diperhatikan :
a)      Keterangan-keterangan dapat didengar dengan jelas oleh siswa.
b)      Alat-alat telah ditempatkan pada posisi yang baik, sehingga setiap siswa dapat melihat dengan jelas.
c)      Telah disarankan kepada siswa untuk membuat catatan-catatan seperlunya.
8.      Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan siswa, sering perlu diadakan diskusi sesudah demonstrasi berlangsung atau siswa mencoba melakukan demonstrasi.


Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode demonstrasi adalah merumuskan dengan jelas kecakapan dan atau keterampilan apa yang diharapkan, mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, apakah metode itu efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan, alat-alat yang diperlukan untuk demonstrasi bisa didapat dengan mudah, jumlah siswa memungkinkan untuk diadakan demonstrasi dengan jelas, menetapkan garis-garis besar langkah-langkah yang akan dilaksanakan, memperhitungkan waktu yang dibutuhkan dan menetapkan rencana untuk menilai kemajuan siswa.

KUMPULAN DAFTAR PUSTAKA

KUMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. (2011). Penelitian Pendidikan Dalam Gamintan Pendidikan
    Dasar Dan Paud. Bandung :Rizqi Press
Anggraeni, Lengga. (2010). Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar
    Siswa Pada Pembelajaran IPA Di Kelas V SDN Cikalang 1 Kota
Tasikmalaya. Skripsi UPI Kampus Tasikmalaya : Tidak Diterbitkan
Asyhar, Rayandra. (2011). Kreatif Mengembangkan Media   Pembelajaran.
    Jakarta : GP Press.  
Budi, Hendrawan. (2011). Hubungan Antara Pengelolaan Kondisi
    Sosioemosional Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA Di
    Kelas V Sekolah Dasar Gugus 3 UPTD Pendidikan Kecamatan Salawu
    Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi Sarjana Pendidikan Program Studi
    Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Tasikmalaya : Tidak Diterbitkan
Depdiknas.(2006).Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD. Jakarta:     
    Depdiknas
Gie, Liang. (2002). Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi Yogya
Heri, Dewi. (2007). Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Bandung: UPI
    Press.
Mulyati, Yeti, dkk. (2009). Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Priyatno, Duwi. (2010). SPSS. Yogyakarta : Mediakom
Resimi, Novi, dkk. (2006). Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa
    dan Sastra Indonesia SD. Bandung : UPI Press.
Resmini, Novi, dkk. (2008). Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia Di Kelas
    Tinggi. Bandung : UPI Press

Riduwan. (2004).Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Peneliti
    Pemula. Bandung : ALFABETA
Sudjana, Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif,
    Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Tarigan, Henry Guntur.2000. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
    Bandung : Angkasa
Tarigan, H. G. 1982. Prinsif-Prinsif Dasar Sastra. Bandung: ANGKASA.
Universitas Pendidikan Indonesia. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
    Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
http ://carapedia.com/pengertian_definisi_metode_menurut par ahli_info497.html
    [4 juni 2012]
meilian, Arshanti. (2010).[online]. Tersedia
Author (2009). Media Pembelajaran.[Online]. Tersedia           
    [04 juni 2012]



DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudjono. 1999. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Abu Sahla. 2010. Indahnya Asmaul Husna. Jakarta : quanta
Dimiyati, Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Bandung
Melvin L.Silberman. 2011. Active Learning. Bandung : NUSAMEDIA
Muhammad Yose Rizal. 2010. Asmaul Husna dan Ayat-ayat Kemudahan Rezeki : GRAFIKA MULIA
PT. Rineka Cipta. Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta
Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : ALFABETA
Syamsu Yusuf,dkk. 1993. Dasar-Dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar : CV. Adira
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Quraish,M. Shihab. 2004. Tafsir Al-Misbah pesan, kesan, dan keserasian Al-qur’an. Jakarta : Lentera Hati


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Noor. (2007). Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Dengan Pemanfaatan LKS Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar. Skripsi Universitas Negeri Semarang: Tidak di Publikasikan.

Cahyati, S. N. (2008). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi Tasikmalaya: Tidak di Publikasikan.

Hermawan, Ruswandi. Mujono. dan Suherman, Ayi. (2007). Metode Penelitian Pendidikan SD. Bandung : UPI Press.

Juhanirah, Hani. (2008). Meningkatkan Hasi Relajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Skripsi UPI Kampus Tasikmalaya : Tidak di Publikasikan.

Karnaen, Nana Abdul (2008). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Relajar Siswa Pada Mater Himpunan. Skripsi Universitas Siliwangi Tasikmalaya: Tidak di Publikasikan.

Lestari, Rianti. (2010). Model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika pecahan. Skripsi UPI Kampus Tasikmalaya : Tidak di Publikasikan.

Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nugraha, Eli. (2008). Meningkatkan Kemampuan Siswa Pada Materi Pecahan Berpenyebut Tidak Sama Melalui Cooperative Learning. Skripsi UPI Kampus Tasikmalaya : Tidak di Publikasikan.

Sari,Gumilang (2008). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together ( NHT ) Terhadap Pemahaman Matematik Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi Tasikmalaya: Tidak dipublikasikan.

Sudrajat, Akhmad. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan ModelPembelajaran.Tersedia:(http://www.psbpsma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-)[3 Maret 2010]

 








MENULIS PETUNJUK

 Hakikat Menulis Petunjuk                    
a.      Pengertian Menulis Petunjuk
Kemampuan menulis adalah satu keterampilan yang diajarkan di sekolah dasar. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting didalam kehidupan manusia.
Menurut Yeti Mulyati, dkk menyebutkan bahwa “Menulis adalah suatu kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis dari suatu bahasa yang disampaikan kepada orang lain (pembaca) sehingga orang lain (pembaca) itu dapat membaca dan memahami lambing-lambang grafis tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh si penyampainya” (Mulyati,Teti dkk, 2010:7.4).

Sedangkan H.G Tarigan (1982:21) mengatakan  bahwa :

“menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya.
Menurut Tarigan (Meilan,Arsanti blogZ) menyatakan bahwa “petunjuk berarti ketentuan yang memberi arah atau bimbingan bagaimana sesuatu harus dilakukan. Petunjuk dibagi atas petunjuk lisan dan petunjuk tulis”.
Adapun pengertian petunjuk menurut Kamus Inggris Indonesia (dalam Artikata) “petunjuk adalah ketentuan yang memberi arah atau bimbingan , bagaimana sesuatu harus dikalukan”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa petunjuk adalah nasihat, ajaran, dan ketentuan-ketentuan yang patut dituruti untuk melakukan, menggunakan, dan membuat sesuatu. Mengacu pada pengertian-pengertian petunjuk, maka dapat dirumuskan bahwa pengertian menulis petunjuk adalah suatu kegiatan menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan dalam bentuk tulisan yang bertujuan untuk memberikan ketentuan-ketentuan tentang sesuatu agar dapat dilakukan oleh orang lain dengan baik dan benar. Petunjuk yang baik haruslah komunikatif dan mudah dipahami.
b.       Macam – macam Petunjuk
Depdiknas (dalam Meilan, Arsanti blogZ, 2011) menjelaskan bahwa “petunjuk dibagi menjadi tiga bagian, yaitu petunjuk melakukan sesuatu,
petunjuk menggunakan sesuatu, dan petunjuk membuat sesuatu.”
            Petunjuk melakukan sesuatu adalah ketentuan-ketentuan yang patut dituruti dalam melakukan sesuatu, misalnya mencoblos dalam pemilu, cara mengerjakan soal, dan sebagainya. Petunjuk menggunakan sesuatu adalah ketentuan-ketentuan yang harus dituruti atau diperhatikan dalam menggunakan sesuatu. Misalnya cara menggunakan komputer atau alat-alat elektronik lainnya, aturan pakai dalam menggunakan sesuatu produk, dan lain-lain. Jenis petunjuk yang ketiga adalah petunjuk membuat sesuatu adalah arah, bimbingan, pedoman atau ketentuan-ketentuan yang harus dituruti atau diperhatikan dalam membuat sesuatu, misalnya cara membuat bubur ayam, kue tar, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan “menulis petunjuk melakukan sesuatu (petunjuk mencuci tangan)” dalam membuat tes/instrument.
c.       Syarat-syarat Menulis Petunjuk
Syarat-syarat sebuah petunjuk adalah harus singkat agar mudah diingat. Petunjuk harus pula tepat agar tidak terjadi kesalahan menangkap atau memahami isi petunjuk.. Petunjuk yang singkat, tepat, tegas serta harus menunjang kejelasan. Pada akhirnya petunjuk itu harus memberikan kejelasan bagi para pemakainya (Tarigan 2000:113). Adapun persyaratan yang diperlukan dalam petunjuk menurut Mulyati (dalam Meilian,Arsanti blogZ 2001) yaitu “petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan syarat-syarat menulis petunjuk yang baik yaitu petunjuk harus jelas, logis, dan singkat. Hal ini dimaksudkan agar petunjuk, baik tulis maupun lisan, dapat digunakan dengan tepat tanpa terjadi kesalahan menangkap isi petunjuk. Bila ketiga syarat tersebut dapat dipenuhi, maka petunjuk dapat dilakukan dengan baik.    

HAKIKAT PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR

Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a.      Standar Kompetensi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siswa mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi, lebih daripada sekedar pengetahuan tentang bahasa. Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu diarahkan untuk mempertajam perasaan siswa. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berkomunikasi, saling berbagi, saling belajar dari yang lain, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan kesusastraan merupakan salah satu sarana belajar untuk menuju pemahaman tersebut
Peran sentral bahasa yaitu mengembangkan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.. Dalam KTSP (Depdiknas, 2006:317) dinyatakan bahwa:
tersedia, dan"…dengan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia diharapkan:
1)      Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2)      Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan beraneka ragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3)      Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya;
4)      Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program di sekolah;
5)      Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang
6)      Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah".

Standar kompetensi merupakan kerangka mata pelajaran Bahasa Indonesia yang berisi seperangkat kompetensi yang harus dimiliki dan dicapai oleh siswa pada setiap tingkatan. Kerangka itu terdiri atas empat kompetensi utama, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok. Dengan demikian, standar kompetensi memiliki peran penting bagi siswa guna mengembangkan potensinya, serta peran penting bagi guru, sekolah dan orang tua baik dalam menentukan bahan ajar, terlibat aktif dalam program pembelajarn maupun lebih mudah dalam menentukan sumber belajar.
b.      Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang dikemukakan dalam KTSP (Depdiknas,2006:261) agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
  •   Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
  • Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara.
  • Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
  •  Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
  • Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemempuan berbahasa.
  • Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

c.       Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:232) dinyatakan bahwa "Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek-aspek (1) Mendengarkan, (2) Berbicara, (3) Membaca, (4) Menulis".
Dengan demikian, keempat komponen berbahasa harus terlihat ketika proses pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung.
d.      Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator
Standar kompetensi yaitu sesuatu yang harus dimiliki siswa. Hali ini dijabarkan pula dalam kurikulum 2006 (Depdiknas,2006:37)  yaitu,"menulis petunjuk". Dengan kompetensi dasar yaitu menulis petunjuk melakukan sesuatu atau penjelasan tentang cara membuat sesuatu. Hasil belajar yang diharapkan yaitu menulis. Indikatornya yaitu menulis petunjuk melakukan sesuatu berdasarkan tema.
Materi pokoknya adalah menulis petunjuk melakukan sesuatu. Sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan peneliti, dalam kurikulum 2006 (KTSP) sudah tidak dinyatakan lagi hasil belajar, indikator juga materi pokok, yang ada hanya standar kompetensi dan komponen dasar saja.
Informasi dari instansi terkait (Depdiknas) bahwa indikator dan materi pokok diserahkan sepenuhnya kepada guru untuk dijabarkan lebih rinci disesuaikan dengan kondisi dan situasi belajar siswa.