Showing posts with label MODEL PEMBELAJARAN. Show all posts
Showing posts with label MODEL PEMBELAJARAN. Show all posts

Tuesday, 12 April 2016

Model Pembelajaran Kartu berpasangan

1.  
a.        Pengertian Kartu berpasangan
adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).
Model kartu berpasangan atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik metode pembelajaran kartu berpasangan atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan
Suyatno (2009:72) mengungkapkan bahwa model kartu berpasangan adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model pembelajaran kartu berpasangan merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Model kartu berpasangan melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama disamping melatih kecepatan berfikir siswa.
b.        Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Kartu berpasangan
Adapun kelebihan pembelajaran kooperatif tipe kartu berpasangan     yaitu:
1.      Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move).
2.      Kerjasama antara sesame murid terwujud secara dinamis.
3.      Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh murid.
4.      Murid mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana menyenangkan.
Selain memiliki kelebihan dalam pembelajaran ini, juga terdapat kelemahan dalam penerapan yaitu:
1.      Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.
2.      Waktu yang tersedia perlu dibatasi jagan sampai murid terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3.      Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai.
4.      Jika kelas anda termasuk gelas gemuk (lebih dari 30 orang/kelas) berhati-hatilah.
5.     Memakan waktu yang banyak karna sebelum masuk kelas terlebih dahulu kita mempersiapkan kartu-kartu.
c.         Tujuan Metode Pembelajaran Kartu Berpasangan
Tujuan yang ingin Anda capai dalam pembelajaran, sangat mempengaruhi Anda dalam memilih metode pembelajan. Setidaknya, ada tiga tujuan penerapan metode kartu berpasangan, yaitu:
1.      pendalaman materi;
2.      menggali materi; dan
3.      untuk selingan.
Pengembang model pembelajaran kartu berpasangan pada mulanya merancang metode ini untuk pendalaman materi. Siswa melatih penguasanaan materi dengan cara memasangkan antara pertanyaan dan jawaban. Jika tujuan ini yang Anda pakai, maka Anda harus membekali dulu siswa Anda dengan materi yang akan dilatihkan. Anda dapat menjelaskan materi , atau Anda memberi tugas pada siswa untuk membaca materi terlebih dahulu, sebelum Anda menerapkan metode ini.
Prinsipnya, siswa Anda harus mempunyai pengetahuan tentang matari yang akan dilatihkan terlebih dahulu. Baru setelah itu Anda menggunakan metode / model pembelajaran kartu berpasangan ini. siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari

Sunday, 13 March 2016

Model Pembelajaran Example non Example dalam pembelajaran IPA

1.      Karakteristik Pembelajaran IPA di Tingkat Dasar
Pembelajaran IPA di SD/MI merupakan wahana untuk membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan dan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan disekelilingnya. Para pakar IPA sepakat bahwa dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan IPA sejak dini akan menghasilkan genersi dewasa yang melek sains yang dapat menghadapi tantangan hidup dalam dunia yang makin kompetitif, sehingga mereka mampu turut serta memilih dan mengolah informasi untuk digunakan dalam mengambil keputusan.
Tugas penting guru IPA dalam membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir saintis ini dapat dituangkan dalam pembelajaran IPA bagi anak melalui penyediaan konteks yang autentik yang melibatkan benda-benda, peristiwa, istilah dan pengertian IPA.
a.      Ruang Lingkup Pemahaman IPA.
Ruang lingkup pembelajaran IPA menurut Hardy dan Fleer (Mulyana 2005, hlm. 15-16) yang memungkinkan para guru memami IPA dalam persfekti yang lebih luas. Berikut ini adalah ruang lingkup pemahaman Ilmu Pengetahuan Alam yaitu sebagai berikut:
1)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagi kumpulan pengetahuan.
2)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagai proses penelusuran  (investigatioan).
3)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagai kumpulan nilai.
4)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagai cara untuk mengenal dunia.
5)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagi Intuisi sosial.
6)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagi konstruksi manusia.
7)      Ilmu Pengetahuan Alam  sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Dalam penelitian ruang lingkup pembelajaran IPA yang akan dibahas lebih ditekankan pada konsep IPA sebagai sebagian dari kehidupan sehari-hari. Sebelum membahas lebih jauh mengenai IPA sebagai sebagian dari kehidupan sehari-hari, peneliti terlebih dahulu akan membahas hakikta IPA.
Hakikat pembelajaran menurut pendapat Hardy (dalam Sutardi, 2013, hlm. 15-16) IPA dapat dikategorikan menjadi beberapa dimensi, yang meliputi:
a)      Dimensi Produk
Meliputi :1) konsep-konsep, 2)prinsip-prinsip, 3) hukum-hukum dan 4) teori-teori dimensi tersebut merupakan hasil rekaan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan berbagai fenomena alam.
b)      Dimensi Proses. Merupakan metode untuk memperoleh pengethuan yang disebutkan dengan metode ilmiah, yang merupakan gabungan metode induksi dan metode deduksi.
c)      Dimensi Sikap Ilmiah
Merupakan kumpulan berbagai keyakinan dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh setiap manusia khusunya oleh para ilmuwan  ketika menganalisis temuan-temuan baru dan diklasifikasikan.

Adapun dimensi pembelajaran IPA yang akan dikaji dan pilih dalam peneltian yaitu dimensi pembelajaran IPA yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari, yaitu dimensi produk. Alasan penentuan dimensi produk karena pada dimensi produk meliputi tentang pemahaman maupun penguasaan pada konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum dan teori-teori yang merupakan rekaan manusia, dalam upaya untuk memehami sekaligus mampu menejelaskan berbagai fenomena alam. Dimensi produk dipilih karena dianggap relevan dengan bahan ajar yang akan dibahas dan dipelajari di kelas V Sekolah Dasar pada materi bergai peristiwa alam.
b.      Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran IPA (Depdiknas, 2006, hlm. 48), bahwa:
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.    Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2.    Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.    Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4.    Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.    Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6.    Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.    Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Berdasarkan pendapat tersebut maka mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memahami konsep-konsep IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar, serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan YME, serta mengembangkan rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konep IPA sebagai bekal pengetahuan dalam mengimplementasikan kedalam kehidupannya sehari-hari.

B.     Model Pembelajaran Example non Example dalam pembelajaran IPA
Model pembelajaran Example non Example merupakan pembelajaran pelaksanaannya melibatkan beberapa siswa yang saling berhubungan saling ketergantungan secara positif antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa maupun siswa dengan kelompok. Guna menciptakan sikap percaya diri, dan menciptakan sikap bertanggung jawab siswa maupun guru, dimana dalam pelaksanaanya menciptakan rasa tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok.
Suyatno (2009, hlm. 73)  mengemukakan:
model pembelajaran Examples non Examples merupakan model pembelajaran dengan mempersiapkan gambar, diagram atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi. Sajian gambar ditempel atau memakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati gambar, lalu diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, persentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.

Dari pendapat tersebut maka penggunaan model pembelajaran Examples non Examples merupakan  model pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh gambar, simbol yang diperlihatkan guru melalui kasus atau gambar yang relevan dengan kompetensi dasar. Penggunaan model pembelajaran example non example pada pembelajaran IPA, dapat menciptakan sikap siswa yang lebih aktif dan mencari sendiri mengenai suatu konsep dan siswa dapat memilih dan menyesuaikan contoh-contoh yang ada melalui gambar tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa.  Dari pemaparan tersebut maka penggunaan model pembelajaran Examples non Examples pada pembelajaran IPA, lebih ditekankan pada kontek kemampuan analisis siswa.
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas maka pemebelajaran Examples non Examples  bertujuan untuk pemahaman siswa tentang examples (contoh) and non examples (bukan contoh) sehingga siswa dapat membedakan dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
a.      Kelebihan dan Kelemahan Model  Example Non Example
Menurut Buehl (dalam Apriani dkk, 2007, hlm. 219) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran  Example  non  Example antara lain:
1)      Kelebihan
a)      Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas kinerja konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks.
b)      Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non example.
c)      Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
2)      Kelemahan
Ada dua kelemahan dalam menggunakan model Examples Non Examples, diantaranya:
1)      Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2)      Memakan waktu yang banyak.

Kelebihan model example non example berdasarkan pendapat tersebut diatas yaitu dapat memperluas kinerja siswa dalam mempelajari suatu konsep secara medalam dan kompleks, selain itu juga dalam proses pelaksanaanya siswa terlibat langsung secara aktif dalam mengkaji dan mengembangkan sustu konsep berdasarkan pengalaman. Adapun yang menjadi kelemahan model example non example adalah tidak semua materi dalam proses pmbelajarannya menggunkana model ini, dalam artian semua materi dapat disajikan dengan menggunakan gambar, selain itu juga dalam pelaksanaan membutuhkan waktu yang cukup banyak.
b.      Langkah-langkah model Pembelajaran Examples non Examples
Menurut Suprijono (2009, hlm. 125) langkah-langkah model pembelajaran Examples non Examples diantaranya:
1)      Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2)      Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3)      Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 2-3 siswa.
4)      Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk memperhatikan dan/atau menganalisi gambar.
5)      Memcatat hasil diskusi dari analisis gambar pada kertas.
6)      Memberi kesempatan bagi tiap kelompok membacakan hasil diskusinya.
7)      Berdasarkan komentar atau hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
8)      Penutup.
Berdasarkan pendapat tersebut langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran diawali dengan guru mempersiapkan gambar-gambar  yang susuai dengan materi yang akan ajarkan, setelah gambar-gambar sudah dipersiapkan kemudian guru mulai menayangkan melalui infokus. Karena model example non example merupakan model cooperative learning  maka guru menyuruh siswa untuk membentuk kelompok kerja. Setelah terbentuk kelompok kemudian dilanjutkan dengan membimbing siswa untuk berdiskusi menganalisi gambar dan mencatat hasil analisis pada kertas yang sudah disediakan. Setelah berdiskusi dan selesai kemudian siswa membacakan hasil diskusinya didepan kelas dan siswa lain menanggapi. Setelah kegiatan selesai kemudian guru menjelaskan keseluruhan materi yang telah dipelajari dan ditarik kesimpulan. 

Wednesday, 9 March 2016

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)


Pembelajaran Group Investigation (GI) adalah salah satu metode spesialisasi tugas yang dapat membantu menyelesaikan masalah individual dengan menjadikan tiap peserta didik memiliki tanggung jawab khusus terhadap konstribusinya sendiri bagi kelompok. Menurut Slavin, R.E (2010: 213), “Sebuah dasar pemikiran penting bagi spesialisasi tugas adalah bahwa apabila setiap peserta didik bertanggung jawab atas sebagian dari keseluruhan tugas, maka masing-masing akan merasa bangga atas kontribusinya terhadap kelompok”.
Group Investigation (GI) merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,misalnya dari buku pelajaran atau peserta didik dapat mencari melalui internet. Model GI dapat melatih peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan peserta didik secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran tipe  Group Investigation (GI) menurut Trianto (2007:59) adalah sebagai berikut:
a.    Memilih topik. Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya diterapkan oleh guru. Selanjutnya  siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok.
b.   Perencanaan kooperatif. Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
c.    Implementasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan didalam tahap kedua.
d.   Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan.
e.    Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikan dengan cara yang menarik pada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang saling terlibat satu sama lain.
f.    Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menanganai aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap konstribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan, evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.

Berdasarkan uraian diatas langkah-langkah model kooperatif tipe Group Investigation (GI) diawali dengan memilih topik (subtopik), Kemudian peserta didik diorganisaikan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 2 – 6 anggota kelompok. Setelah itu peserta didik dan guru bersama-sama merencanakan prosedur pembelajaran, tugas serta tujuan yang mengacu pada subtopik kemudian perencanaan tersebut diterapkan.
Peserta didik harus menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh sebelum dipresentasikan oleh beberapa atau semua kelompok. Setelah itu diadakan evaluasi yang dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
Berbeda halnya dengan Trianto, menurut Widaningsih, Dedeh (2010:49) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe GI adalah:
a.     Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
b.     Guru menjelaskan maksud pelajaran dan tugas kelompok.
c.     Guru memanggil para ketua untuk satu materi tugas sehingga sastu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain.
d.    Setiap kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan.
e.     Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok.
f.      Guru memberikan penjelesan singkat sekaligus memberi kesimpulan.
g.     Evaluasi
h.     Penilaian

Sejalan dengan Widaningsih, menurut  Slavin, R.E (2010:218) langkah-langkah Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah sebagai berikut:
a.       Mengidentifikasi topik dan mengatur peserta didik ke dalam kelompok
1)        Para peserta didik meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran.
2)        Para peserta didik bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih.
3)        Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan peserta didik dan harus bersifat heterogen.
4)        Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
b.      Merencanakan tugas yang akan dipelajari
1)        Para peserta didik merencanakan bersama mengenai:
Apa yang mereka pelajari?
Bagaimana mereka belajar?
Siapa dan melakukan apa? (pembagian tugas)
Untuk tujuan atau kepentingan apa mereka menginvestigasikan topik ini?
c.       Melaksanakan investigasi
1)        Para peserta didik mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
2)        Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
3)        Para peserta didik saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasikan, dan mensintesis semua gagasan.
d.      Menyiapkan laporan akhir
1)        Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
2)        Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
3)        Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
e.       Mempresentasikan laporan akhir
1)        Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
2)        Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarannya secara aktif.
3)        Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.
f.       Evaluasi
1)        Para peserta didik saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.
2)        Guru dan peserta didik berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran peserta didik.
3)        Penilaian atas pembelajaran dalam kelompok  harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Berdasarkan  teori-teori  model pembelajaran Group Investigation yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini bisa di ilustrasikan sebagai berikut:
a.       Guru mengidentifikasi topik dan mengatur peserta didik dalam kelompok.
b.      Guru dan peserta didik merencanakan tugas yang akan dipelajari.
c.       Peserta didik melaksanakan investigasi.
d.      Setiap anggota kelompok menyiapkan laporan akhir.
e.       Setelah menyiapkan laporan akhir, setiap anggota kelompok mempresentasikan dari hasil  investigasi.

f.       Guru memberikan evaluasi yaitu berupa penilian presentasi kelompok.

Thursday, 18 February 2016

Model Cooperative Learning tipe NHT

Model Cooperative Learning tipe NHT
a.      Model Cooperative Learning
Model Cooperative Learning bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson & Johnson (Isjoni, 2011 : 15) yang menyatakan bahwa ‘Cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut’. Selain itu, Atikah (2011 : 10) mengemukakan  bahwa “Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya empat sampai enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar”. Sedangkan,  Lie (2008 : 28) menyebut “Cooperative learning dengan istilah gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur”.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa model Cooperative Learning adalah model pembelajaran secara kelompok yang terdiri dari empat sampai enam orang dimana dalam belajarnya siswa bekerja sama dan saling membantu untuk mengerjakan tugas.
          Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang pada umumnya terdiri dari empat sampai enam siswa yang sederajat dan heterogen. Maksud dari kelompok heterogen ialah kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jenis kelamin. “Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar”, (Atikah, 2011 : 11). Selama belajar dalam kelompok tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu temannya untuk mencapai ketuntasan belajar.
          Dalam kerja kelompok, tidak semua kerja kelompok dapat dianggap Cooperative Learning, ada beberapa hal yang harus diterapkan dalam Cooperative Learning. Seperti dikemukakan oleh  Roger dan David Johnson (Lie, 2008 : 31)  bahwa :
         Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu :
1)      Saling ketergantungan positif, yakni sifat yang menunjukan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif.
2)      Tanggung jawab perseorangan, yakni setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok.
3)      Tatap muka, yakni setiap anggota kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.
4)      Komunikasi antar anggota, yakni dalam berdiskusi atau kerja sama diperlukan adanya komunikasi antar anggota.
5)      Evaluasi proses kelompok, yakni perlu adanya waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Dengan demikian, dalam kerja kelompok lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan supaya kerja kelompok tersebut bisa dianggap sebagai Cooperative Learning bukan kerja kelompok biasa.

b.      Model  Cooperative Learning Tipe NHT
Model Cooperaive Learning memiliki banyak tipe diantaranya adalah NHT (Numbered Heads Together). Teknik belajar mengajar NHT dikembangkan oleh Spancer Kagan (1992). Menurut Lie (2008 : 59) “teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka”. Menurut Herdian (2009) “Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik”. Yang dimaksud pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus disini adalah suatu pembelajaran yang dirancang secara berkelompok, kemudian setiap siswa diberi nomor, setelah itu siswa akan berpikir bersama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dan nantinya secara acak guru akan memanggil nomor dari siswa untuk mempersentasikan hasil kerjanya.  
Sunandar (2008 : 167) mengemukakan secara umum langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu :
1)      Penomoran (Numbering)
Siswa dibagi ke dalam kelompok. Setiap siswa dalam tiap kelompok mendapatkan nomor. Pemberian nomor pada siswa dalam suatu kelompok  disesuaikan dengan banyaknya siswa dalam kelompok tersebut.
2)      Pengajuan Pertanyaan atau Permasalahan (Questioning)
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3)      Berpikir Bersama (Heads Together)
Siswa berpikir bersama untuk memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
4)      Pemberian Jawaban (Answering)
Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

Panjaitan (2008) merinci ke empat langkah tersebut menjadi tujuh langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Langkah 2 : Menyajikan informasi
Langkah 3 : Penomoran
Langkah 4 : Mengajukan pertanyaan/permasalahan
Langkah 5 : Berpikir bersama
Langkah 6 : Menjawab/evaluasi
Langkah 7 : Memberikan Penghargaan
Penjelasan dari ke tujuh langkah diatas sebagai berikut :
1)      Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
2)      Menyajikan informasi, guru menyajikan informasi kepada siswa melalui ceramah dan demonstrasi.
3)      Penomoran, guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 - 5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
4)      Mengajukan pertanyaan/ permasalahan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5)      Berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban itu.
6)      Menjawab (evaluasi), guru memanggil salah satu nomor dari kelompok tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Selanjutnya guru memanggil nomor yang sama dari kelompok lain untuk menanggapi jawaban yang diberikan
7)      Memberikan penghargaan, guru memberikan penghargaan untuk menghargai hasil belajar individu dan kelompok.
Kita mengetahui bahwa setiap model pembelajaran yang manapun pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Panjaitan (2008) berikut ini merupakan kelebihan dan kelemahan cooperative learning tipe NHT yaitu:
   Kelebihan
a)      Setiap siswa menjadi siap semua.
b)      Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
c)      Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
Kelemahan
a)      Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
b)      Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
c)      Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok.


Untuk mengatasi kelemahan dari model cooperative learning tipe NHT tersebut, salah satunya bisa dengan cara melakukan persiapan dan perencanaan yang matang sebelum pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan agar pembelajaran di kelas lebih efektif dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.