Wednesday 12 October 2016

Pendekatan pembelajaran matematika

Pendekatan pembelajaran matematika yaitu cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa” (Suherman dkk, 2001:70). Adapun pendekatan pembelajaran yang cocok dengan kondisi yang telah  dipaparkan di atas adalah pendekatan investigasi. Istilah investigasi mulai diperkenalkan sejak terbitnya laporan dari Cockroft (Evan, 1987 dalam Syaban, 2009) yang menyatakan bahwa :
Pembelajaran matematika harus melibatkan aktivitas-aktivitas berikut: (1) eksposisi (pemaparan) guru; (2) diskusi di antara siswa sendiri ataupun antara siswa dan guru; (3) kerja praktek; (4) pemantapan dan latihan pengerjaan soal; (5) pemecahan masalah; (6) investigasi.

Beberapa pendapat para ahli tentang investigasi di antaranya, Height (Krismanto, 2004, dalam Syaban, 2009) mengatakan bahwa ‘Investigasi berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis’. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang dan selanjutnya orang tersebut mengomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkan hasil perolehannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil.
Talmagae dan Hart (1977, dalam Syarif, 2009) menyatakan bahwa ‘Investigasi diawali oleh soal-soal atau masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan pembelajarannya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur dengan ketat oleh guru’.
Investigasi secara bahasa adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat zat, dan sebagainya) (KBBI Online, 2009). Menurut Bastow, et, al. (1984, dalam Lidinillah, 2008):
Investigasi matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong suatu aktivitas percobaan (experiment), mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu pola, membuat dan menguji kesimpulan/dugaan (conjecture) dan jika dapat pula sampai membuat suatu generalisasi.

Ketika melakukan suatu investigasi di kelas, perlu juga didukung dengan suasana belajar yang kondusif yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelidiki sendiri masalah matematika yang dihadapinya. Oleh sebab itu, peran guru sangat berfungsi untuk selalu menjaga suasana agar investigasi tidak berhenti di tengah jalan. Menurut Flenor (1974, dalam Syarif, 2009), peran guru dalam kegiatan investigasi matematika adalah:
(1) sebagai motivator dan fasilitator yang mendorong siswa untuk dapat mengungkapkan pendapat atau menuangkan pemikiran mereka serta menggunakan pengetahuan awal mereka dalam memahami situasi baru; (2) mendorong siswa untuk dapat memperbaiki hasil mereka sendiri atau kerja kelompoknya.

Adapun langkah-langkah pembelajaran investigasi menurut Vui (2001, dalam Syaban: 2009) adalah:
Langkah 1       : Pendahuluan dengan masalah
Membuat siswa tertarik dengan memotivasi dengan baik dan    membuat situasi yang dapat membangkitkan semangat.
Langkah 2       : Mengklarifikasi masalah
Menggunakan pertanyaan untuk menggambarkan     pertanyaan matematika yang pokok yang terdapat dalam masalah.
Langkah 3       : Mendisain investigasi
Guru membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk memilih pemecahan yang          tepat yang paling memuaskan. Contoh pertanyaan bimbingan yang dapat diberikan adalah :
1)      Apa yang kita cari dalam masalah tersebut?
2)      Bagaimana kita dapat mencoba untuk memecahkan masalah?
3)      Apa pemecahan masalah yang tepat yang mungkin berguna?
Langkah 4       : Melaksanakan investigasi
Siswa membuat dan menguji hipotesis, mendiskusikan dan guru memberi pertanyaan-pertanyaan untuk membimbing siswa.
Langkah 5       :  Merangkum pembelajaran
Siswa membutuhkan waktu untuk mempresentasikan temuan mereka dan menjelaskan beberapa teori yang dimilikinya mengenai temuannya tersebut. Pertanyaan-pertanyaan mungkin dapat mengikat temuan tersebut bersama-sama dan memunculkan proses-proses yang dipakai selama investigasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan investigasi merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk memecahkan masalah melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan masalah-masalah oleh guru, kemudian selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru. Peran guru bukan pemberi jawaban akhir dan bukan pula pemberi pertanyaan yang mengarah kepada jawaban akhir melainkan pemberi pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menyelidiki masalah matematika yang dihadapinya. Artinya siswa sendirilah yang harus memunculkan pertanyaan dan menentukan satu atau lebih aspek yang akan diselidiki.

Hakikat Matematika di Sekolah Dasar

1.      Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran berasal dari kata belajar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu berkat pengalaman dan latihan. Menurut Garret (Ramadani, 2009:16) ‘Belajar merupakan  suatu proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan secara mereaksi terhadap suatu suatu perangsang tertentu’.
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Istilah pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar siswa.
Secara etimologis, matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata itu berhubungan pula dengan kata lain yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Secara harfiah matematika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan proses berpikir (bernalar).
Menurut Suriasumantri (Ramadani, 2009:12) ‘Matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika dan statistika’. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ruseffendi (Ramadani, 2009:12) menyatakan bahwa ‘matematika sebagai : ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungan’. Matematika disebut ilmu deduktif, karena dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu yang lain. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif. Matematika sebagai bahasa, karena matematika merupakan simbol yang berlaku secara universal (internasional) serta sangat padat makna dan pengertian. Matematika sebagai seni, dalam matematika terlihat adanya keteraturan, keruntutan dan konsisten, sehingga matematika indah dipandang dan diresapi seperti hasil seni. Matematika adalah bahasa, ilmu deduktif, ilmu tentang keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisir dengan baik dan merupakan pelayan ilmu lainnya, sehingga matematika disebut sebagi ratumya ilmu.
Lebih khusus dari beberapa pengertian matematika di atas, menurut kurikulum 2006 (BSNP, 2006:36) menjelaskan bahwa :
Matematika adalah mata pelajaran yang diberikan kepada semua siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, kreatif, kritis serta kemampuan kerja sama agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Berdasarkan beberapa pengertian matematika yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir deduktif, yang memiliki peran ganda yakni sebagai ratu dan pelayan ilmu lainnya serta bermanfaat untuk membantu kehidupan manusia dalam kehidupan yang semakin kompetitif.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari mulai Sekolah Dasar, untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan membangun daya pikir manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka proses pembelajaran matematika harus berfokus pada pemecahan masalah matematika sehingga membangun daya pikir peserta didik sejak di Sekolah Dasar.
Mata pelajaran matematika memiliki fungsi sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi tersebut hendaknya menjadi acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. Kurikulum 2006 atau KTSP menggariskan bahwa: “fungsi matematika secara umum adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, serta bekerja sama”.
Adapun tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BSNP, 2006:30) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam memecahkan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3)  memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki sikap rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika bukan sekedar menghafal suatu konsep tetapi ditekankan pada penguasaan kemampuan pemecahan masalah.
Adapun cakupan ruang lingkup pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006:3) adalah meliputi aspek-aspek a) bilangan, b) geometri dan pengukuran, c) pengelolaan data.

2.      Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pada dasarnya tidak ada individu yang sama persis, setiap individu memiliki keunikan sendiri. Keunikan tersebut di antaranya dapat dilihat dari bentuk fisik, minat, bakat, kepribadian, keinginan, tanggung jawab, kemampuan, pengalaman, kebiasaan, dan cara berpikir. Siswa Sekolah Dasar merupakan individu dengan segala keunikan yang dimilikinya yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik pada setiap siswa. Seorang guru  hendaknya senantiasa memperhatikan dan mempertimbangkan segala perbedaan karakteristik siswanya, karena hal tersebut merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.
Menurut Piaget (Ramadani, 2009:14) ada empat tahap perkembangan berpikir anak yaitu :
(1) tahap sensorimotor (0-2 tahun) kegiatan intelektual pada tahap ini hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra; (2) tahap praoperasional (2-7 tahun) pada tahap ini lambang-lambang bahasa yang dipergunakan untuk menyatakan benda-benda nyata; (3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) pada tahap ini kemampuan berpikir muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah; (4) tahap operasional formal (11-15 tahun) pada tahap ini pola berpikir orang dewasa muncul.

Berdasarkan teori tahap perkembangan berpikir anak di atas, maka siswa kelas V SD berada pada tahap operasional konkrit. Sehubungan dengan hal itu, maka pembelajaran yang dilakukan di kelas V harus memfasilitasi siswa dalam mengaktifkan daya kreatif dan kritisnya untuk menyelesaikan masalah. Potensi tersebut perlu dikembangkan melalui kegiatan investigasi sehingga siswa memperoleh stimuli yang baik.

B.     Pendekatan Investigasi
Para ahli pembelajaran telah menyarankan perubahan paradigma pembelajaran matematika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Menurut Cockroft (Turmudi, 2008:15), perubahan paradigma tersebut meliputi 3 dimensi, yaitu:
1.      Mathematics theme
Pandangan awal, bahan yang dipelajari matematika itu: abstract, readymade, strictly body of knowledge, unquestionable
Berubah menjadi : real world, aplicable, contextual, student strategy as starting point
2.      Method/approach
Pandangan awal, metode pembelajaran dalam matematika itu : textbook oriented, teacher centered, student passive learning, paper and pencil, chalk and talk, one way communication
Berubah menjadi : student centered, active participant, reinvention, Problem solving, inquiry, investigative, explorative, two way communication
3.      Student themes
Pandangan awal, cara pandang terhadap siswa dalam pembelajaran  matematika itu : sorting an ordering (ranking) students for job criteria and future study

Berubah menjadi : student needs (interest, abilities, stayes of growth)