Showing posts with label TEORI KULIAH. Show all posts
Showing posts with label TEORI KULIAH. Show all posts

Wednesday, 12 October 2016

Hakikat Matematika di Sekolah Dasar

1.      Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran berasal dari kata belajar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu berkat pengalaman dan latihan. Menurut Garret (Ramadani, 2009:16) ‘Belajar merupakan  suatu proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan secara mereaksi terhadap suatu suatu perangsang tertentu’.
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Istilah pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar siswa.
Secara etimologis, matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata itu berhubungan pula dengan kata lain yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Secara harfiah matematika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan proses berpikir (bernalar).
Menurut Suriasumantri (Ramadani, 2009:12) ‘Matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika dan statistika’. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ruseffendi (Ramadani, 2009:12) menyatakan bahwa ‘matematika sebagai : ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungan’. Matematika disebut ilmu deduktif, karena dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu yang lain. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif. Matematika sebagai bahasa, karena matematika merupakan simbol yang berlaku secara universal (internasional) serta sangat padat makna dan pengertian. Matematika sebagai seni, dalam matematika terlihat adanya keteraturan, keruntutan dan konsisten, sehingga matematika indah dipandang dan diresapi seperti hasil seni. Matematika adalah bahasa, ilmu deduktif, ilmu tentang keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisir dengan baik dan merupakan pelayan ilmu lainnya, sehingga matematika disebut sebagi ratumya ilmu.
Lebih khusus dari beberapa pengertian matematika di atas, menurut kurikulum 2006 (BSNP, 2006:36) menjelaskan bahwa :
Matematika adalah mata pelajaran yang diberikan kepada semua siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, kreatif, kritis serta kemampuan kerja sama agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Berdasarkan beberapa pengertian matematika yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir deduktif, yang memiliki peran ganda yakni sebagai ratu dan pelayan ilmu lainnya serta bermanfaat untuk membantu kehidupan manusia dalam kehidupan yang semakin kompetitif.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari mulai Sekolah Dasar, untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan membangun daya pikir manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka proses pembelajaran matematika harus berfokus pada pemecahan masalah matematika sehingga membangun daya pikir peserta didik sejak di Sekolah Dasar.
Mata pelajaran matematika memiliki fungsi sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi tersebut hendaknya menjadi acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. Kurikulum 2006 atau KTSP menggariskan bahwa: “fungsi matematika secara umum adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, serta bekerja sama”.
Adapun tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BSNP, 2006:30) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam memecahkan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3)  memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki sikap rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika bukan sekedar menghafal suatu konsep tetapi ditekankan pada penguasaan kemampuan pemecahan masalah.
Adapun cakupan ruang lingkup pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006:3) adalah meliputi aspek-aspek a) bilangan, b) geometri dan pengukuran, c) pengelolaan data.

2.      Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pada dasarnya tidak ada individu yang sama persis, setiap individu memiliki keunikan sendiri. Keunikan tersebut di antaranya dapat dilihat dari bentuk fisik, minat, bakat, kepribadian, keinginan, tanggung jawab, kemampuan, pengalaman, kebiasaan, dan cara berpikir. Siswa Sekolah Dasar merupakan individu dengan segala keunikan yang dimilikinya yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik pada setiap siswa. Seorang guru  hendaknya senantiasa memperhatikan dan mempertimbangkan segala perbedaan karakteristik siswanya, karena hal tersebut merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.
Menurut Piaget (Ramadani, 2009:14) ada empat tahap perkembangan berpikir anak yaitu :
(1) tahap sensorimotor (0-2 tahun) kegiatan intelektual pada tahap ini hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra; (2) tahap praoperasional (2-7 tahun) pada tahap ini lambang-lambang bahasa yang dipergunakan untuk menyatakan benda-benda nyata; (3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) pada tahap ini kemampuan berpikir muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah; (4) tahap operasional formal (11-15 tahun) pada tahap ini pola berpikir orang dewasa muncul.

Berdasarkan teori tahap perkembangan berpikir anak di atas, maka siswa kelas V SD berada pada tahap operasional konkrit. Sehubungan dengan hal itu, maka pembelajaran yang dilakukan di kelas V harus memfasilitasi siswa dalam mengaktifkan daya kreatif dan kritisnya untuk menyelesaikan masalah. Potensi tersebut perlu dikembangkan melalui kegiatan investigasi sehingga siswa memperoleh stimuli yang baik.

B.     Pendekatan Investigasi
Para ahli pembelajaran telah menyarankan perubahan paradigma pembelajaran matematika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Menurut Cockroft (Turmudi, 2008:15), perubahan paradigma tersebut meliputi 3 dimensi, yaitu:
1.      Mathematics theme
Pandangan awal, bahan yang dipelajari matematika itu: abstract, readymade, strictly body of knowledge, unquestionable
Berubah menjadi : real world, aplicable, contextual, student strategy as starting point
2.      Method/approach
Pandangan awal, metode pembelajaran dalam matematika itu : textbook oriented, teacher centered, student passive learning, paper and pencil, chalk and talk, one way communication
Berubah menjadi : student centered, active participant, reinvention, Problem solving, inquiry, investigative, explorative, two way communication
3.      Student themes
Pandangan awal, cara pandang terhadap siswa dalam pembelajaran  matematika itu : sorting an ordering (ranking) students for job criteria and future study

Berubah menjadi : student needs (interest, abilities, stayes of growth)

Tuesday, 1 March 2016

Pemahaman Matematik Siswa


Pemahaman matematik adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada peserta didik bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman peserta didik dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.  Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa peserta didik kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami  sepenuhnya oleh siswa. Pemahaman matematik juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing peserta didik untuk mencapai konsep yang diharapkan.
Secara indikator pemahaman matematik meliputi : mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Sudjana, Nana (2005 : 24) mengemukakan bahwa pemahaman dapat dibedakan menurut tiga kategori. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, tingkat ketiga adalah pemahaman ektrapolasi.
Bloom (Tim MKPBM, 2001:188) mengatakan ”Pemahaman adalah tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognitif yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu”. Pemahaman merupakan sesuatu yang berhubungan dengan penguasaan aspek kognitif, sepeti kemampuan penguasaan membandingkan, mengidentifikasi karakteristik atau membuat kesimpulan.  Sedangkan pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika menurut NCTM (Herdian 2010:10) dapat dilihat dari kemampuan peserta didik dalam: 
a.         Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan;
b.        Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh;
c.         Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep;  
d.        Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya;  
e.         Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep;
f.         Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat    yang menentukan suatu konsep;
g.        Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Dalam pembelajaran matematika, pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman terhadap suatu konsep matematika dimana peserta didik harus mempunyai pengetahuan terhadap konsep tersebut setelah proses pembelajaran berlangsung. Polya (Sumarmo, Utari, 2010 : 4) merinci kemampuan pemahaman pada empat tahap, yaitu :
a.       Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana;
b.      Pemahaman induktif : menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa;
c.       Pemahaman rasional : membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema;
d.      Pemahaman intuitif : memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisa lebih lanjut.

Berbeda dengan Polya, menurut Pollastek (Sumarmo, Utari, 2010 : 4) pemahaman digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu :
a.         Pemahaman Komputasional : menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
b.        Pemahaman Fungsional : mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya.

Skemp (Sumarmo, Utari, 2010 : 5) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu :
a.         Pemahaman Instrumental : hafal konsep atau prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
b.        Pemahaman Relasional : mengaitkan satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya.

Copeland (Sumarmo, Utari, 2010 : 5) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu ”Knowing how to : mengerjakan suatu perhitungan secara rutin atau algoritmik. Knowing : mengerjakan suatu perhitungan secara sadar”.
 Berdasarkan beberapa pengertian pemahaman tersebut maka yang dimaksud pemahaman matematik peserta didik adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Peserta didik dapat mengingat menerapkan serta mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan konsep prinsip atau permasalahan matematik.
Untuk mengetahui tingkat pemahaman matematik peserta didik yang sebenarnya, perlu diadakan evaluasi dengan menggunakan alat evaluasi yang relevan. Alat evaluasi yang relevan dan dapat mengungkapkan kualitas pemahaman matematik peserta didik adalah alat evaluasi yang memenuhi aspek-aspek pemahaman konsep dan prinsip, pemahaman penggunaan algoritma dan pemahaman melakukan penghitungan dengan benar. Sehingga untuk memberikan skor pada masing-masing jawaban evaluasi tersebut tidak bias sembarangan, diperlukan pedoman khusus yang sesuai dengan aspek-aspek tersebut. Berikut ini disajikan pedoman pemberian skor pemahaman matematik.
Tabel 2.4
Pedoman Pemberian Skor Pemahaman Maematik

Indikator
Respon Siswa
skor

Pemahaman Instrumental
·      Siswa tidak menjawab atau menjawab salah.
·      Siswa hanya menuliskan konsep yang akan digunakan.
·      Siswa menuliskan konsep yang digunakan dan hanya dapat menerapkan rumus pada perhitungan sederhana.
·      Siswa menuliskan konsep dan menerapkan rumus pada perhitungan sederhana secara algoritmik dengan hasil akhir salah.
·      Siswa menuliskan konsep dan dapat  menerapkan rumus pada perhitungan. sederhana serta secara algoritmik dengan hasil akhir benar.
0
1

2


3


  4


Pemahaman Relasional
·      Siswa tidak menjawab atau menjawab salah.
·      Siswa hanya menuliskan konsep yang terkait dengan konsep yang digunakan.
·      Siswa menerapkan konsep yang terkait dalam perhitungan tetapi terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan.
·      Siswa mampu menerapkan konsep yang terkait dalam perhitungan dan mengerjakan perhitungan sampai akhir dengan hasil akhir salah.
·      Siswa mampu menerapkan konsep yang terkait dalam perhitungan sampai akhir hasil akhir benar.
0
1


2


3



4
                   Sumber : (Herdian, 2010: 18)

Mengacu pada beberapa pendapat tentang pemahaman matematik yang telah diuraikan di atas, pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman menurut Skemp yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Yaitu dengan mengharapkan pemahaman yang dicapai peserta didik tidak terbatas pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan tetapi dapat mengaplikasikannya dalam kondisi yang lainnya.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) menurut Trianto (2007:61) adalah sebagai berikut :
Langkah 1 :  Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta peserta didik menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
Langkah 2 :  berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru member waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah 3 :  berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan.
 
Langkah-langkah model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) menurut Suherman, Erman (2004:22) adalah sebagai berikut :
a.         Guru menyajikan materi secara klasikal.
b.        Berikan persoalan (problem) berupa pendalaman, perluasan, dan aplikasi.
c.         Tugaskan siswa secara berpasangan untuk membahasnya (Think Pair).
d.        Presentasikan hasil kelompok (Share).
e.         Kuis individual buat skor perkembangan tiap siswa.
f.         Umumkan hasil kuis.

Menurut Muslimin (Fadholi, Arif 2009:18) langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu : Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share).
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) menurut penulis adalah sebagai berikut :

Langkah ke 1  :
Aktifitas          :


Langkah ke 2  :
Aktifitas          :




Langkah ke 3  :

Aktifitas          :







Langkah ke 4  :
Aktifitas          :


Langkah ke 5  :

Aktifitas          :
Guru menyampaikan pertanyaan
Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan    pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Peserta didik berpikir secara individual
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta peserta didik untuk menuliskan hasil pemikiranyya masing-masing.
Setiap peserta didik mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan
Guru mengorganisasikan peserta didik untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi peserta didik untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan   secara kelompok.
Peserta didik berbagi jawaban dengan seluruh kelas
Peserta didik mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan   masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan

Wednesday, 10 February 2016

PEMBELAJARAN IPA SD

 Pengertian, Karakteristik, dan Tujuan Pembelajaran IPA
Secara sederhana IPA didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta (Mulyana, 2005:7). Dalam kurikulum pendidikan dasar terdahulu (1994) pengertian IPA sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan. Sedangkan dalam kurikulum 2004, IPA (sains) diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta.
Dalam kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
Pendidikan IPA di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA, guru sebagai pengelola langsung proses pembelajaran harus memahami karakteristik (hakikat) dari dari pendidikan IPA sebagaimana dikatakan (Depdiknas, 2006:47), bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapakan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

            Tujuan utama yang ingin dicapai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran IPA (Depdiknas, 2006:48), bahwa :
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.      Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2.      Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4.      Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.      Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6.      Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.      Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.



PENGERTIAN HASIL BELAJAR

Hasil Belajar
Menurut Sukmara (2007:69), hasil belajar menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran baku (standaring norms) menjadi sasaran sekaligus tujuan yang mesti dicapai melalui berbagai kegiatan pengalaman siswa secara utuh, menyeluruh dan terpadu. Hasil belajar yang efektif tidak hanya menekankan pada salah satu dari ketiga orientasi hasil belajar, melainkan keseimbangan dalam pengembangannya secara proporsional.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Terdapat beberapa klasifikasi hasil belajar diantaranya yaitu, Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) startegi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.

Namun klasifikasi hasil belajar yang banyak digunakan di dunia pendidikan adalah klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek pertama, kedua dan ketiga termasuk kognitif tingkat rendah, sedangkan aspek keempat, kelima dan keenam termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai bahan pengajaran.

Sunday, 10 January 2016

DEFINISI MEDIA PEMBELAJARAN


Media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti ” perantara” yaitu perantara sumber pesan dengan   penerima pesan. Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar Jika media tersebut digunakan untuk membawa pesan-pesan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran merupakan perantara pembawa pesan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang  diharapkan.
Menurut Heinich yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2011. hlm 4), “media pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima”.
Media pembelajaran merupakan bagian penting dalam pelaksanaan  pendidikan  di  sekolah.  melalui  media  pembelajaran guru akan lebih mudah dalam menyampaikan materi dan siswa akan lebih  terbantu   dan  mudah   belajar.   Media   pembelajaran   adalah perantara yang membawa pesan atau informasi antara sumber dan penerima. Media pembelajaran atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus dipelajari  oleh  siswa  dalam  rangka  mencapai  standar  kompetensi yang telah ditentukan (Depdiknas, 2006. Hlm, 4)
Adapun fungsi Fungsi Media Pembelajaran Fungsi Media pembelajaran menurut Hermawan (Sri Anitah, 2008. hlm, 6) adalah :
a.       Sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif.
b.      Media pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran.
c.       Media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai dan isi pembelajaran itu sendiri.
d.      Media pembelajaran bukan berfungsi  sebagai alat hiburan. Dengan demikian, tidak diperkenankan menggunakannya hanya sekadar untuk permainan atau memancing perhatian siswa.
e.       Media pembelajaran berfungsi untuk mempercepat proses pembelajaran.
f.       Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
g.      Media pembelajaran meletakan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir.


Dari pendapat tersebut menunjukan bahawa media pembelajaran  berfungsi untuk mewujudakan situasi pembelajaran  yang lebih konkrit dan lebih memudahkan dalam penyampaian bahan ajar. Selian itu juga meningkatkan kreatifitas dan daya piker siswa secara nyata dalam menyelesaikan suatu permasalahan.