Monday, 18 April 2016

Pengertian Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar


1.      Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
a.       Hakikat, Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
1)      Hakikat Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Menurut kurikulum Sekolah Dasar 2006 (Badan Standar Nasional Pendidikan 2006: 29)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjeng SD mata pelajaran IPS memuat materi geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata Pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Berdasarkan pernyataan di atas, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah pembelajaran yang memberikan pengetahuan dasar yang kuat bagi peserta didik dalam memahami dan menguasai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pemahaman dan penguasaan tentang fenomena-fenomena sosial, mulai dari yang dekat dengan lingkungannya sampai dengan fenomena dunia. Kurikulum Sekolah Dasar 2006 (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 109) menegaskan pula bahwa “mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.”
2)      Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Tujuan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum Sekolah Dasar 2006 (Badan Standar Nasional Pendidikan 2006: 29) adalah berikut ini :
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.       Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dengan lingkungannya
2.       Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari.
3.       Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.       Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.

3)      Ruang Lingkup Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Manusia, tempat, dan lingkungan
2.      Waktu, keberlanjutan dan perubahan
3.      Sistem sosial dan budaya
4.      Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

b.      Program Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Kurikulum Sekolah Dasar 2006 (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006) menetapkan bahwa program pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar . Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006) ditetapkan sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan logis, sistematis, kritis  dan kreatif serta kemampuan bekerja sama sehingga dengan kemampuan tersebut peserta didik memiliki kemampuan untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi dalam rangka bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran IPS yng harus dikembangkan di Sekolah Dasar, menurut program pembelajaran IPS di kelas IV semester 1 (BSNP:2006) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1.    Memahami sejarah, kenampakkan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

1.1   Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana.
1.2   Mendeskripsikan kenampakkan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya.
1.3   Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat
1.4   Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi)
1.5   Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat(kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya
1.6   Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya

2.      Pengertian Pola Asuh Orang Tua
a.       Pola Asuh
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sebagai mana yang dinyatakan oleh Zakiyah Daradjat (1995: 56) bahwa “kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh.”
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 54), “pola berarti corak, model, system, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.” Sedangkan kata asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.” Sehingga pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif atau positif.
b.      Orang Tua
Pengertian orang tua menurut Hasan (2009:1) adalah “ Ibu dan Bapak kandung, seseorang bukan bapak atau ibu tiri, bukan pula bapak asuh atau ibu asuh, tetapi bapak atau ibu kandung siswa yang telah diikat oleh tali perkawinan yang sah menurut agama maupun secara administrasi pemerintahan”
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa orang tua adalah bapak atau ibu kandung siswa yang telah melahirkannya. Mempunyai kewajiban membesarkan, mengasuh putra-putrinya agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Berbudi pekerti luhur, dapat hidup mandiri serta mampu mengatasi permasalahan dalam hidupnya dan yang paling penting orang tua harus memberikan perhatian yang penuh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak.
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
3.      Pengertian Prestasi Siswa
a.       Prestasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 700) prestasi adalah “hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan.” sedangkan menurut  Abdul Gafur, “prestasi adalah penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor.”
Berdasarkan pendapat diatas, penulis berkesirnpulan hahwa prestasi adalah segala usaha yang dicapai manusia secara pribadi atau kelompok secara maksimal dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk skor.
b.      Siswa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:951) “Siswa yaitu murid (terutama pada tingkat sekolah dasar dan menengah)”
Ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai batasan tertentu di mana seseorang disebut siswa sampai ke jenjang pendidikan menengah atas.
B.     Bentuk Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hamper mempunyai persamaan.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 180) corak hubungan orang tua dan anak dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu
1.      Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.
2.      Pola memiliki –melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap pritektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.
3.      Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai dictator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi sampai batas-batas tertentu anak dapat berpartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga.

Menurut Danny I. Yatim Irwanto ( 1991:94), mengemukakan beberapa pola asuh orang tua yaitu:
1.      Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi
2.      Pola Asuh Secara Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.
3.      Pola Asuh Permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya..
4.      Pola Asuh dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan keras diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukknan bahwa ia mempunyai harga diri.
5.      Pola asuh dengan hadiah, yang dimaksud disini adalah jika orang tua mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anak berperilaku seperti yang diinginkan.
Sedangkan Marcolm Hardy dalam Soenardji (1986:131) mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu:
1.      Autokratis (otoriter), ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat dibatasi.
2.      Demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak.
3.      Permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.
4.      Laissez faire ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya.

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh penelantar. Hal tersebut dilakukan agar pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas.
1.      Pola Asuh Otoriter
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1988:692), “otoriter berarti berkuasa sendiri dan sewenang-wenang”. Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, pola asuh otoriter adalah “suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat orang tua tanpa ada kebebasan untuk mengemukakan pendapat sendiri”.
Jadi pola asuh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan tidak memperhitungkan keadaan anak, sertya orang tualah yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanyalah sebagai objek pelaksana saja. Jikas anak-anaknya menentang atau membantah, maka ia tak segan-segan memberikan hukuman. Jadi, dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak harus sesuai dengan keinginan orang tua.
Pada pola asuhan ini akan terjadi komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua, karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jadi anak melakukan perintah oprang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.
Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat mempengaruhi proses pendidikan anak terutama dalam pembentukan kepribadiannya, karena kedisiplinan yang dinilai efektif oleh orang tua secara sepihak belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Prof. Dr. Utami Munandar (1992: 127) mengemukakan bahwa “sikap orang tua yang otoriter paling tidak menunjang perkembangna kemandirian dan tanggung jawab social. Anak jadi patuh dan rajin mengerjakan pekerjaan sekolah tetapi kurang bebas.”
Disini perkembangan anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya. Sifat pribadi anak yang otoriter niasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu didalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif. Anak yang dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan mengalami perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi kurang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua akan menekan daya kreatifitas anak yang sedang berkembang, anak tidak akan berani mencoba, dan ia tidak akan berani mengembangkan kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak ada kesempatan untuk mencoba. Anak akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat mengimbangi teman-temannya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan. Lama-lama ia akan mengalami perasaan rendah diri dan kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri.
Karena kepercayaan terhadap diri sendiri tidak ada, maka setelah dewasa pun masih akan terus mencari bantuan, perlindungan dan pengamatan. Ini berarti anak tersebut tidak berani memikul tanggung jawab.
Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:
a.       Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
b.      Orang tua cenderung mencari kesalahan anak dan kemudian menghukumnya
c.       .Orang tua cenderung memberi perintah dan larangan kepada anak.
d.      Jika terdapat perbedaan antara orang tua dan anak maka anak disebut pembangkang.
e.       Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
f.       Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana.
g.      Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.
2.      Pola Asuh Demokratis
Menurut Prof. Dr. Utami Munandar (1992:98), “pola asuh demokratis adalah cara mendidik anak, dimana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak”.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan anak. Dengan kata lain pola asuh demokratis ini memberi kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua.
Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian terhadap anak mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Hal tersebut dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Pola asuh demokrasi ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anak. Mereka membuat aturan-aturtan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuki mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya. Jadi dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
Pola asuh demokrasi ini dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh ekstrim yang bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. Polaasuhan demokratik ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya dan belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersifat sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak.
Dengan pola asuhan ini anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakiat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertnggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreatifitasnya berkembang baik karena orang tua merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif..
Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti bahwa orang tua merencanakan kegiatan keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembag sebagai individu dan bahwa orang tua memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi oleh anak. Sasaran orang tua adalah mengembangkan individu yang berpikir yang dapat menilai situasi dan bertindak dengan cepat.
Menurut Fromm dalam Abu Ahmadi (1991: 180) bahwa “anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratik, perkembangannya lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. “ Dalan pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis  menjadikan adanyakomunikasi yang logis, adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan. Oleh karena itu, memungkinkan mereka untuk memahami, menerima, dan menginternalisasi pesan nilai moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan kata hati.


Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :
a.           Menentuka peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak.
b.          Memberikan pengarahan tentang perbuatn baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.
c.           Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.
d.          Dapat menciptakan keharmonisn dalam keluarga.
e.           Dapat menciptakan suasana yang komunikatif antara orang tua dan anak serta sesama keluarga.
Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh demokratis memberi dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan pola asuh otoriter maupun lassez faire. Dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya.
3.      Pola Asuh Penelantar
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya anak akan berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah perilaku itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada pola asuh inianak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat sesuai hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa yang diinginkannya. Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap anaknya. Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara emosional.
Seorang anak yang belum pernah belajar untuk mentoleransi frustasi, karena ia diperlakukan terlalu baik oleh orang tuanya akan menemukan banyak masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan pekerjaan, anak-anak yang manja tersebut mengharapkan orang lain untuk membuat penyesuaian terhadap tingkah laku mereka. Ketika mereka kecawa mereka menjadi gusar, penuh kebencian dan bahkan marah-marah. Pandangan orang lain jarang sekali dipertimbangkan, hanya pandangan mereka yang berguna.
Adapun yang termasuk ciri pola asuh penelantar adalah sebagai berikut :
a.       Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
b.      Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
c.       Mengutamakan kebutuhan material saja.
d.      Membiarkan apa saja yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua)
e.       Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.
Setiap tipe pola asuh memiliki resiko masing-masing. Pola asuh penelantar membuat anak merasa boleh berbuat sekehendak hatinya. Anak cenderung memiliki rasa percaya diri yang besar, kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah tetapi akan memungkinkan terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah di sekolah.
Anak membutuhkan dukungan dan perhatian dari keluarga dalam menciptakan karyanya oleh karena itu, pola asuh yang dianggap cocok untuk mengembangkan kraetifitasnya adalah demokratif. Dalam pola asuh ini orang tua memberi kontrol terhadap anaknya dalam batas-batas tertentu. Melalui pola asuh ini, anak juga dapat merasa bebas mengungkapkan kesulitannya, kegelisahannya kepada orang tua dan senantiasa meminta bantuan untuk mencari jalan keluar tanpa merasa didikte.
C.    Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Siswa pada Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Usia sekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. Orang-orang dewasa yangpaling dekat dengan anak adalah orang tua. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh sangat besar. Haryoko (1997: 2) berpendapat bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya sebagai stimulans dalam perkembangan anak. Orang tua mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan kepribadian anak. 
Pembelajaran tentang sikap, perilaku dan bahasa yang baik sehingga akan terbentuknya kepribadian anak yang baik pula, perlu diterapkan sejak dini. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan kesempatan pada anak untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang yang berada di sekitarnya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua mempunyai hubungan  yang sangat besar terhadap prestasi siswa pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.

No comments:

Post a Comment