1. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
a. Hakikat, Fungsi dan Tujuan Pembelajaran
IPS di Sekolah Dasar
1) Hakikat Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Menurut kurikulum Sekolah
Dasar 2006 (Badan Standar Nasional Pendidikan 2006: 29)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan
isu sosial. Pada jenjeng SD mata pelajaran IPS memuat materi geografi, Sejarah,
Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata Pelajaran IPS, peserta didik diarahkan
untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai.
Berdasarkan pernyataan di
atas, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah pembelajaran
yang memberikan pengetahuan dasar yang kuat bagi peserta didik dalam memahami
dan menguasai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pemahaman dan
penguasaan tentang fenomena-fenomena sosial, mulai dari yang dekat dengan
lingkungannya sampai dengan fenomena dunia. Kurikulum Sekolah Dasar 2006 (Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2006: 109) menegaskan pula bahwa “mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.”
2) Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Tujuan pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum Sekolah Dasar 2006 (Badan Standar Nasional
Pendidikan 2006: 29) adalah berikut ini :
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dengan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir
logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja
sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional dan global.
3) Ruang Lingkup Pembelajaran IPS di Sekolah
Dasar
Ruang lingkup mata pelajaran
IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Manusia, tempat, dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan dan perubahan
3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
b. Program Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Kurikulum Sekolah Dasar 2006
(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006) menetapkan bahwa program pembelajaran
IPS di Sekolah Dasar dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar . Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS (Badan Standar Nasional Pendidikan,
2006) ditetapkan sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
logis, sistematis, kritis dan kreatif
serta kemampuan bekerja sama sehingga dengan kemampuan tersebut peserta didik
memiliki kemampuan untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
dalam rangka bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif.
Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar pembelajaran IPS yng harus dikembangkan di Sekolah Dasar,
menurut program pembelajaran IPS di kelas IV semester 1 (BSNP:2006) adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
1. Memahami sejarah, kenampakkan alam, dan
keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
|
1.1 Membaca peta lingkungan setempat
(kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana.
1.2 Mendeskripsikan kenampakkan alam di
lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman
sosial dan budaya.
1.3 Menunjukkan jenis dan persebaran sumber
daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat
1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi)
1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah
di lingkungan setempat(kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya
1.6 Meneladani kepahlawanan dan patriotisme
tokoh-tokoh di lingkungannya
|
2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
a. Pola Asuh
Setiap orang
tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap
mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk yang
pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi
anak-anaknya. Sebagai mana yang dinyatakan oleh Zakiyah Daradjat (1995: 56)
bahwa “kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsure-unsur
pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk kedalam pribadi anak yang
sedang tumbuh.”
Pola asuh
terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1988: 54), “pola berarti corak, model, system, cara kerja, bentuk (struktur)
yang tetap.” Sedangkan kata asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik anak
kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai
dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.” Sehingga pola asuh berarti pendidikan,
sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh
anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat dan
mendidik seorang anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola
perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif atau positif.
b. Orang Tua
Pengertian orang tua menurut
Hasan (2009:1) adalah “ Ibu dan Bapak kandung, seseorang bukan bapak atau ibu
tiri, bukan pula bapak asuh atau ibu asuh, tetapi bapak atau ibu kandung siswa
yang telah diikat oleh tali perkawinan yang sah menurut agama maupun secara
administrasi pemerintahan”
Dari pengertian di atas
jelaslah bahwa orang tua adalah bapak atau ibu kandung siswa yang telah
melahirkannya. Mempunyai kewajiban membesarkan, mengasuh putra-putrinya agar
menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Berbudi pekerti luhur, dapat
hidup mandiri serta mampu mengatasi permasalahan dalam hidupnya dan yang paling
penting orang tua harus memberikan perhatian yang penuh terhadap perkembangan
dan pertumbuhan anak.
Jadi pola asuh orang tua
adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang
tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan
serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat
mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
3. Pengertian Prestasi Siswa
a. Prestasi
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1988: 700) prestasi adalah “hasil yang telah dicapai dari yang telah
dilakukan atau dikerjakan.” sedangkan menurut
Abdul Gafur, “prestasi adalah penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
tertentu yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam
bentuk skor.”
Berdasarkan pendapat diatas,
penulis berkesirnpulan hahwa prestasi adalah segala usaha yang dicapai manusia
secara pribadi atau kelompok secara maksimal dengan hasil yang dinyatakan dalam
bentuk skor.
b. Siswa
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1991:951) “Siswa yaitu murid (terutama pada tingkat sekolah dasar
dan menengah)”
Ini menunjukkan bahwa siswa
mempunyai batasan tertentu di mana seseorang disebut siswa sampai ke jenjang
pendidikan menengah atas.
B.
Bentuk Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak
Dalam
mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan
pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hamper mempunyai
persamaan.
Menurut Abu
Ahmadi (1991: 180) corak hubungan orang tua dan anak dapat dibedakan menjadi
tiga pola, yaitu
1. Pola menerima-menolak, pola
ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.
2. Pola memiliki –melepaskan,
pola ini didasarkan atas sikap pritektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak
dari sikap orang tua yang overprotektif
dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.
3. Pola demokrasi-otokrasi,
pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan
dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai dictator
terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi sampai batas-batas tertentu anak
dapat berpartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga.
Menurut Danny
I. Yatim Irwanto ( 1991:94), mengemukakan beberapa pola asuh orang tua yaitu:
1. Pola asuh otoriter, pola
ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan
anak sangat dibatasi
2.
Pola Asuh Secara Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.
3. Pola Asuh Permisif atau pemanja biasanya
memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya..
4. Pola Asuh dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan keras
diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan
pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukknan bahwa ia mempunyai harga
diri.
5.
Pola asuh dengan hadiah, yang
dimaksud disini adalah jika orang tua mempergunakan hadiah yang bersifat
material atau suatu janji ketika menyuruh anak berperilaku seperti yang
diinginkan.
Sedangkan Marcolm
Hardy dalam Soenardji (1986:131) mengemukakan empat macam pola asuh yang
dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu:
1. Autokratis (otoriter),
ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan
anak sangat dibatasi.
2. Demokratis ditandai
dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak.
3.
Permisif
ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.
4.
Laissez faire ditandai dengan sikap
acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya.
Dari berbagai macam
pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan mengemukakan tiga macam
saja, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh penelantar.
Hal tersebut dilakukan agar pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas.
1. Pola
Asuh Otoriter
Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (1988:692), “otoriter berarti berkuasa sendiri dan
sewenang-wenang”. Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa,
pola asuh otoriter adalah “suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh
dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat orang tua tanpa ada
kebebasan untuk mengemukakan pendapat sendiri”.
Jadi pola asuh
otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan
sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak
tanpa kompromi dan tidak memperhitungkan keadaan anak, sertya orang tualah yang
berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanyalah sebagai objek
pelaksana saja. Jikas anak-anaknya menentang atau membantah, maka ia tak
segan-segan memberikan hukuman. Jadi, dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi.
Apa saja yang dilakukan anak harus sesuai dengan keinginan orang tua.
Pada pola asuhan
ini akan terjadi komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan
menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak.
Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua, karena
menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas dan
kewajibannya. Jadi anak melakukan perintah oprang tua karena takut, bukan
karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat bagi
kehidupannya kelak.
Penerapan pola asuh
otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat mempengaruhi proses pendidikan
anak terutama dalam pembentukan kepribadiannya, karena kedisiplinan yang
dinilai efektif oleh orang tua secara sepihak belum tentu serasi dengan
perkembangan anak. Prof. Dr. Utami Munandar (1992: 127) mengemukakan bahwa
“sikap orang tua yang otoriter paling tidak menunjang perkembangna kemandirian
dan tanggung jawab social. Anak jadi patuh dan rajin mengerjakan pekerjaan
sekolah tetapi kurang bebas.”
Disini perkembangan
anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya. Sifat pribadi anak yang
otoriter niasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya,
ragu-ragu didalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif. Anak yang
dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan mengalami perkembangan yang
tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi kurang kreatif jika orang tua
selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang
seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua akan menekan daya
kreatifitas anak yang sedang berkembang, anak tidak akan berani mencoba, dan ia
tidak akan berani mengembangkan kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak
ada kesempatan untuk mencoba. Anak akan takut untuk mengemukakan pendapatnya,
ia merasa tidak dapat mengimbangi teman-temannya dalam segala hal, sehingga
anak menjadi pasif dalam pergaulan. Lama-lama ia akan mengalami perasaan rendah
diri dan kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri.
Karena kepercayaan terhadap diri sendiri tidak ada, maka
setelah dewasa pun masih akan terus mencari bantuan, perlindungan dan
pengamatan. Ini berarti anak tersebut tidak berani memikul tanggung jawab.
Adapun ciri-ciri pola asuh
otoriter adalah sebagai berikut:
a. Anak harus mematuhi peraturan-peraturan
orang tua dan tidak boleh membantah.
b. Orang tua cenderung
mencari kesalahan anak dan kemudian menghukumnya
c. .Orang tua cenderung memberi perintah dan larangan kepada anak.
d. Jika terdapat perbedaan antara orang tua dan anak maka anak disebut
pembangkang.
e. Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
f. Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak
hanya sebagai pelaksana.
g. Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.
2. Pola
Asuh Demokratis
Menurut Prof. Dr. Utami Munandar
(1992:98), “pola asuh demokratis adalah cara mendidik anak, dimana orang tua
menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan
kebutuhan anak”.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memperhatikan dan menghargai
kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang
penuh pengertian antara orang tua dan anak. Dengan kata lain pola asuh demokratis
ini memberi kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa
yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang
telah ditetapkan orang tua.
Orang tua juga selalu
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian terhadap anak mana yang
boleh dilakukan dan mana yang tidak. Hal tersebut dilakukan orang tua dengan
lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Pola asuh demokrasi ini
ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anak. Mereka
membuat aturan-aturtan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuki
mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya. Jadi dalam pola asuh ini
terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
Pola asuh demokrasi ini dapat
dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh ekstrim yang bertentangan, yaitu
pola asuh otoriter dan laissez faire.
Polaasuhan demokratik ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua
dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak
diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya dan
belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersifat sebagai pemberi
pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak.
Dengan pola asuhan ini anak
akan mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal
yang dapat diterima oleh masyarakiat. Hal ini mendorong anak untuk mampu
berdiri sendiri, bertnggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya
kreatifitasnya berkembang baik karena orang tua merangsang anaknya untuk mampu
berinisiatif..
Rumah tangga yang hangat dan
demokratis, juga berarti bahwa orang tua merencanakan kegiatan keluarga untuk
mempertimbangkan kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembag sebagai individu dan
bahwa orang tua memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu
yang diatasi oleh anak. Sasaran orang tua adalah mengembangkan individu yang
berpikir yang dapat menilai situasi dan bertindak dengan cepat.
Menurut Fromm dalam Abu Ahmadi
(1991: 180) bahwa “anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana
demokratik, perkembangannya lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan secara
rasional. “ Dalan pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanyakomunikasi yang logis,
adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima oleh orang tua sehingga ada
pertautan perasaan. Oleh karena itu, memungkinkan mereka untuk memahami,
menerima, dan menginternalisasi pesan nilai moral yang diupayakan untuk
diapresiasikan berdasarkan kata hati.
Adapun ciri-ciri pola asuh
demokratis adalah sebagai berikut :
a.
Menentuka
peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan
yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak.
b.
Memberikan
pengarahan tentang perbuatn baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik
agar ditinggalkan.
c.
Memberikan
bimbingan dengan penuh pengertian.
d.
Dapat
menciptakan keharmonisn dalam keluarga.
e.
Dapat
menciptakan suasana yang komunikatif antara orang tua dan anak serta sesama
keluarga.
Dari berbagai macam pola asuh
yang banyak dikenal, pola asuh demokratis memberi dampak positif yang lebih
besar dibandingkan dengan pola asuh otoriter maupun lassez faire. Dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi orang
yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain,
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap
kehidupan sosialnya.
3. Pola
Asuh Penelantar
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah
memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada
anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar
atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak.
Akibatnya anak akan berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli
apakah perilaku itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada pola asuh inianak dipandang sebagai
makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang dapat bertindak
dan berbuat sesuai hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan
menentukan sendiri apa yang diinginkannya. Kebebasan sepenuhnya diberikan
kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh
terhadap anaknya. Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak
nakal yang manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara
emosional.
Seorang anak yang belum pernah
belajar untuk mentoleransi frustasi, karena ia diperlakukan terlalu baik oleh
orang tuanya akan menemukan banyak masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan
pekerjaan, anak-anak yang manja tersebut mengharapkan orang lain untuk membuat
penyesuaian terhadap tingkah laku mereka. Ketika mereka kecawa mereka menjadi
gusar, penuh kebencian dan bahkan marah-marah. Pandangan orang lain jarang
sekali dipertimbangkan, hanya pandangan mereka yang berguna.
Adapun yang termasuk ciri pola
asuh penelantar adalah sebagai berikut :
a. Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa
memonitor dan membimbingnya.
b. Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap
pasif dan masa bodoh.
c. Mengutamakan kebutuhan material saja.
d. Membiarkan apa saja yang dilakukan anak
(terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan
dan norma-norma yang digariskan orang tua)
e. Kurang sekali keakraban dan hubungan yang
hangat dalam keluarga.
Setiap tipe pola asuh memiliki
resiko masing-masing. Pola asuh penelantar membuat anak merasa boleh berbuat
sekehendak hatinya. Anak cenderung memiliki rasa percaya diri yang besar,
kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah tetapi akan
memungkinkan terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah
di sekolah.
Anak membutuhkan dukungan dan
perhatian dari keluarga dalam menciptakan karyanya oleh karena itu, pola asuh
yang dianggap cocok untuk mengembangkan kraetifitasnya adalah demokratif. Dalam
pola asuh ini orang tua memberi kontrol terhadap anaknya dalam batas-batas
tertentu. Melalui pola asuh ini, anak juga dapat merasa bebas mengungkapkan
kesulitannya, kegelisahannya kepada orang tua dan senantiasa meminta bantuan
untuk mencari jalan keluar tanpa merasa didikte.
C.
Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan
Prestasi Siswa pada Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Usia sekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada
usia ini anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah
dilihatnya. Orang-orang dewasa yangpaling dekat dengan anak adalah orang tua.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai
pengaruh sangat besar. Haryoko (1997: 2) berpendapat bahwa lingkungan sangat
besar pengaruhnya sebagai stimulans dalam perkembangan anak. Orang tua
mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan kepribadian anak.
Pembelajaran tentang sikap, perilaku dan bahasa yang
baik sehingga akan terbentuknya kepribadian anak yang baik pula, perlu
diterapkan sejak dini. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru
serta teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak. Kebutuhan yang
diberikan melalui pola asuh, akan memberikan kesempatan pada anak untuk
menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang yang berada di
sekitarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pola asuh orang tua mempunyai hubungan
yang sangat besar terhadap prestasi siswa pada pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar.
No comments:
Post a Comment